REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian enggan berkomentar soal pembentukan Densus Antikorupsi. "Tentang Densus Tipikor, saya tidak ingin berkomentar dalam doorstop seperti ini, karena ini harus dijelaskan secara komprehensif," kata Jenderal Tito di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Jakarta, Kamis (19/10).
Ia mengatakan bahwa pihaknya nantinya akan memberikan penjelasan secara lengkap kepada Menkopolhukam. "Saya akan bertemu Menkopolhukam menjelaskan. Saya tidak ingin, jangan diadu-adu saya dengan komen lain yang sepotong-sepotong," katanya.
Wacana pembentukan Densus Antikorupsi kurang mendapat dukungan Wapres Jusuf Kalla. Kalla menilai belum ada urgensi pembentukan densus tersebut karena Polri sejauh ini telah melaksanakan fungsinya dengan baik serta adanya keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kalla menguraikan, ada enam institusi yang yang menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum, yaitu BPK, BPKP, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kehakiman, dan KPK.
Apabila hal ini bertambah lagi, kata Wapres JK, maka dikhawatirkan kerja pemerintah hanya membuat laporan dan terjadi ketakutan berlebihan dalam proses pengambilan keputusan serta kebijakan pemerintah. Rencananya Densus Antikorupsi nantinya akan diisi oleh 3.650 polisi.
Para polisi yang bekerja di densus ini diwacanakan akan digaji setara dengan gaji penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anggaran yang dibutuhkan untuk pembentukkan Densus Antikorupsi mencapai Rp2,6 triliun. Densus ini nantinya akan berkantor di kompleks Polda Metro Jaya.
Polri menargetkan Densus Antikorupsi terbentuk pada akhir 2017 sehingga pada awal 2018 Densus bisa mulai bekerja.