REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Adanya Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) menjadi kritikan dalam Rembug Daerah Bidang Pangan di Karang Anyar, Jawa Tengah yang digelar akhir September. Hal tersebut disampaikan Ketua Rembug Bidang Pangan yang juga Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa, Jumat (20/10) di IPB.
Ia menjelaskan, (HPP)berdasarkan lnpres Nomor 5 Tahun 2015 yang dijalankan hingga 2017 sangat merugikan petani. Harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani hanya Rp 3.700 per kilogram (kg) atau kenaikan 12 persen dibanding 2012.
"Tetapi di sisi lain infiasi pada periode yang sama sebesar 28 persen. Selain itu juga terjadi kenaikan biaya produksi yang tinggi mengikuti kesetimbangan pasar untuk beras yang selama dua tahunterakhir," ujar dia.
Kesetimbangan pasar tersebut beradadi angka Rp 10.500 hingga Rp 10.900 per kg untuk beras medium rata-rata nasionai. Dalam rembug tersebut, ia melanjutkan, petani mengusulkan segera disusun lnpres baru dengan menaikkan HPP untuk GKP di tingkat petani sebesar Rp 4.850. Angka itu diyakini mampu menjamin keuntungan minimal bagi usaha tani padi.
Begitu pula dengan HET beras sebesar Rp 9.450 per kg untuk beras medium di wilayah produsen sangat merugikan petani.Sebab, semua kerugian yang dialami pelaku usaha di off-farm akan ditransformasikan ke petani dan menekan harga GKP di petani padaRp 3.700 per kg. Harga GKP tersebut jauh dibawah biaya produksi.
"Rembug petani mengusulkan penghapusan Harga Eceran Tertinggi dan diganti denganHarga Eceran Terendah untuk beras yang menguntungkan usaha tani padi," tegas Andreas.