REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan pengambilalihan Blok Mahakam menjadi tantangan bagi pertamina untuk memaksimalkan produksi. Sebab, blok yang semula di kelola oleh Total E&P ini per Januari tahun depan akan dikelola oleh Pertamina.
"Blok Mahakam jadi pertaruhan besar Pertamina, kalau alih kelola ini membuat produksi turun drastis, maka reputasi Pertamina dan reputasi dunia hulu migas kita akan kurang positif," ujar Jonan melalui keterangan tertulisnya, Rabu (1/11).
Jonan menjelaskan keputusan pemerintah memberikan kewenangan pengelolaan Blok Mahakam bagi Pertamina maka hal ini menjadi tantangan bagi industri hulu migas nasional. Ia berharap produksi blok mahakam di tangan Pertamina bisa meningkat dan menambah produktifitas migas nasional.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah telah menujuk Pertamina untuk mengelola Blok Mahakam, efektif per tanggal 1 Januari 2018. Blok ini sebelumnya dikelola oleh Total E&P Indonesie berkolaborasi dengan Inpex. Masa kontrak Blok Mahakam sendiri akan habis pada 31 Desember 2017.
Selain Blok Mahakam, ada empat blok lain yang akan diambil alih oleh pemerintah. Ia berharap meski tak lagi dikelola oleh asing, namun produktifitas blok blok tersebut masih bisa lebih baik dan menjaga produktifitas nasional.
"Alih kelola blok lain di Kaltim (selain blok Mahakam) ada empat. Mestinya bisa jalan dengan baik," ujar Jonan.
Blok Migas yang akan habis masa kontraknya dalam dua tahun ke depan adalah Blok East Kalimantan, Blok Sanga-Sanga, Blok Attaka, Blok Tengah.
Disatu sisi, Pengamat Energi Marwan Batubara menilai dalam pengambil alihan blok Mahakam oleh Pertamina sejatinya belum semua dibahas. Hingga 2 bulan menjelang beralihnya peran pengelolaan (operatorship) Blok Mahakam dari Total E&P Indonesie (TEPI) kepada Pertamina, Kementerian ESDM belum juga menetapkan persentase saham yang akan ditransfer (share-down) oleh Pertamina.
"Biaya yang harus dibayar oleh TEPI dan Inpex kepada Pertamina untuk transfer tersebut pun belum jelas. Hal ini perlu diwaspadai karena keterlambatan penetapan persentase dan harga saham tersebut dapat mengganggu kelancaran produksi migas dan berpotensi menimbulkan terjadinya KKN oleh oknum-oknum terkait," ujar Marwan.
Ia menilai, makin besar cadangan terbukti tersebut, maka makin besar dana yang harus dibayar TEPI dan Inpex kepada Pertamina. "Masalahnya, selama ini besarnya nilai cadangan tersebut belum pernah dinyatakan oleh Kementrian ESDM secara resmi. Hal ini berpotensi untuk dimanipulasi dan membuka kemungkinan terjadinya korupsi," ujar Marwan.