REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengusulkan pemberian suku bunga murah di sektor pembiayaan terhadap pengembang dan pembeli properti. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk mempercepat pembangunan program sejuta rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
"Jika pengembangnya sudah semangat tetapi pembiayaannya memiliki suku bunga tinggi, maka perwujudan program sejuta rumah akan sulit dicapai apalagi sasarannya MBR, " kata pria yang akrab disapa Pakde Karwo di Surabaya, Kamis (2/11).
Pakde Karwo berpendapat, public policy yang diterapkan perbankan saat ini tidak berpihak pada masyarakat kecil. Karena hampir setiap orang yang memiliki pinjaman di Bank justru dikenakan pajak tinggi. Oleh sebab itu kebijakan moneter ini harus diubah, agar kemampuan daya beli masyarakat bisa meningkat dan pasar properti makin berkembang. "Ini menjadi tugas pengurus DPD Real Estat Indonesia (REI) untuk menyampaikan kebijakan suku bunga murah pada Menkeu RI," ujar Soekarwo.
Pakde Karwo menambahkan, terkait perijinan pemerintah pusat telah menerbitkan PP Nomor 64 tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan MBR. Selain itu, ada juga Inpres Nomor 3 tahun 2016 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan. Melalui peraturan ini, kata dia, sebenarnya telah disederhanakan jumlah dan waktu perizinan. Dari yang semula sebanyak 33 izin dan tahapan menjadi 11 izin dan rekomendasi.
Presiden telah menetapkan hingga Maret 2018 konsep 11 izin sudah harus tuntas dan diterapkan di semua daerah. "Apabila nanti daerah belum menjalankan maka akan diambil alih pemerintah pusat, kata Pakde Kareo.
Sementara itu, Ketua DPD REI Jatim periode 2017-2020, Deni Wahid mengatakan, salah satu kendala realisasi PP 64 tahun 2016 ketika masuk ke suatu daerah yakni selalu bentrok dengan Perda setempat. Karenanya ia berharap, Perda tersebut bisa dibatalkan oleh pemerintah setempat sehingga terjadi sinkronisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Target pembangunan sejuta rumah di Jatim berjumlah 25 ribu unit, namun sampai jelang akhir tahun ini baru mencapai 10 ribu. Hal ini juga disebabkan karena belum sinkronnya peraturan yang ada," kata Deni Wahid.
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement