REPUBLIKA.CO.ID, Optimalisasi program-program Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) ternyata tidak hanya bermanfaat secara organisasi. Optimalisasi program-program unggulan yang ada nyatanya turut meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat Indonesia menghadapi bencana.
MDMC sebagai Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah terus menguatkan kapasitas kelembagaannya. Karenanya, peningkatan kualitas sumber daya menjadi sangat penting, lantaran MDMC sudah mulai dikenal secara organisasi, sekaligus menjadi unit Muhammadiyah yang mampu berdiri secara mandiri.
Hebatnya, MDMC merupakan pendiri dari Humanitarian Forum Indonesia (HFI) yang berisikan 14 organisasi lintas agama yang fokus dalam penanggulangan bencana. Terlebih, MDMC sudah menjadi salah satu mitra Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), yang tentu memberikan tanggung jawab yang lebih besar.
Wakil Ketua MDMC, Rahmawati Husein, mengatakan pentingnya jaringan mulai terlihat saat banyaknya dana masuk ke respons dan dana untuk kesiapsiagaan begitu sedikit. Menggandeng Australia pada 2015, MDMC mengangkat program besar yaitu Hospital Preparedness and Comunity Readiness for Emergency and Disaster (HPCRED).
Program ini sebenarnya sudah ada sejak 2008, tapi masih dikelola bagian-bagian lain di PP Muhammadiyah sebelum akhirnya MDMC ditunjuk jadi pelaksana program. Sebanyak empat rumah sakit mendapatkan bimbingan untuk itu di antaranya ada di Lamongan, Malang, Gresik, dan Makassar.
"Kita memang menguatkan daerah-daerah timur karena selain cakupannya banyak, tujuannya bisa menjangkau lebih luas Indonesia timur, dan penguatan tidak hanya dilakukan kepada rumah sakit, melainkan komunitas sekitar dan kelembagaan Muhamadiyah itu sendiri," kata Rahma, kepada Republika, Selasa (7/11).
Muhammadiyah telah pula mengeluarkan fikih bencana yang menjadi landasan warga bagaimana memahami bencana menurut perspektif Islam, sekaligus menjadikannya spirit dalam kegiatan-kegiatan kebencanaan. Dukungan yang semakin luas membuat MDMC lebih terpacu menggelar kesiapsiagaan rumah sakit dan masyarakat.
HPCRED, lanjut Rahma, jadi titik laju utama terciptanya Rumah Sakit Aman dan Sekolah Aman, mengingat itu merupakan sarana publik yang menentukan ketahanan masyarakat. Kebetulan, Muhammadiyah yang memang kuat dalam aspek pendidikan dan kesehatan, memuluskan laju MDMC mengoptimalisasikan program-programnya.
Melalui HPCRED ini, Sekolah Aman pun tercipta berkat kerja sama Kemendikbud, dan MDMC jadi presidium konsorsium pendidikan bencana di Indonesia. Lewat HPCRED pula, MDMC membuat mekanisme secara nasional supaya sistem kesehatan ketika bencana, baik rumah sakit maupun masyarakatnya, bisa terakomodasi.
Bahkan, secara tidak langsung, lewat HPCRED ini MDMC menjadi penyambung BNPB, Kementerian Kesehatan, Komite Akreditasi Rumah Sakit dan Persatuan Rumah Sakit Indonesia menciptakan standar-standar Rumah Sakit Aman. Tujuannya, tidak lain supaya ini bukan jadi kerja Muhammadiyah semata, melainkan sumbangan bersma. "Sumbangan bersama membuat sistem kesehatan untuk kedaruratan bencana," ujar Rahma.
Menggandeng lembaga-lembaga kebencanaan lintas agama, MDMC menguatkan pula daerah-daerah yang secara kelembagaan lemah, tapi tinggi potensi bencana. Keberhasilannya terbukti, seperti di Sumedang dan Jawa Barat, bgaimana cepatnya mereka bangkit tanpa perlu ada MDMC pusat.
Bahkan, untuk Bima, rumah sakitnya bisa dibuka empat hari setelah banjir, yang biasanya butuh waktu setidaknya dua pekan untuk pemulihan. Artinya, pelatihan yang selama ini ada sudah memiliki dampak signifikan, termasuk tim-tim kesehatan MDMC yang sudah menjadi leading untuk misi kemanusiaan di Nepal dan Bangladesh.
"Bahkan, sudah masuk laporan WHO, itu salah satu dampak luar biasa pelatihan-pelatihan, bagaimana LSM-LSM lokal mampu melakukan kegiatan tanpa sumbangan internasional, dan itu sudah dilakukan MDMC," kata Rahma.
Penguatan organisasi
Wakil Ketua MDMC, Arif Jamali Muis, menuturkan posisi Preparation to Excel in Emergency Respons (PEER) memang semakin penting. Terlebih, paradigma penanggulangan bencana ke depan memang bergeser ke pengurangan risiko bencana, tidak lagi sekadar respons.
Untuk itu, MDMC akan memperkuat pemahaman pengurangan bencana teman-teman yang ada dari Aceh sampai Irian, baik melalui Sekolah Aman, Jamaah Tangguh Bencana, dan lain-lain. Bahkan, integrasi sudah dibangun antara rumah sakit dengan jamaah, serta sekolah dengan jamaah.
Selain itu, untuk dua tahun ke depan sampai Muktamar Muhammadiyah, MDMC terus meningkatkan upaya-upaya penguatan organisasi yang baru sekitar 20-an, agar bisa mencapai 34 provinsi. Hal itu dikarenakan tidak ada satu daerah pun di Indonesia yang risiko bencananya rendah, semua sedang, dan tinggi.
Apalagi, saat ini relawan sudah tidak bisa asal, tidak lagi hanya bermodalkan otot dan semangat, melainkan harus ada modal otak. Artinya, relawan ke depan harus dibekali kemampuan pengetahuan untuk kebencanaan, agar pergerakannya efektif, sesuai kebutuhan masyarakat yang terkena dampak. "Sehingga, hak-hak masyarakat bisa terpenuhi, oleh karena itu besok 30 November sampai 3 Desember kita akan melakukan jambore relawan Muhammadiyah se-Indonesia," ujar Arif.