REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Militer AS akan terus memerangi ISIS di Suriah selama kelompok tersebut belum berhenti. Menteri Pertahanan AS Jim Mattis menggambarkan peran jangka panjang pasukan AS setelah militan ISIS kehilangan seluruh wilayah yang mereka kendalikan.
"Musuh belum menyatakan bahwa mereka sudah selesai dengan kawasan ini, jadi kami akan terus berjuang selama mereka ingin berperang," kata Mattis, berbicara kepada wartawan di Pentagon tentang masa depan operasi AS di Suriah.
Dia juga menekankan pentingnya upaya perdamaian jangka panjang yang bertujuan untuk membantu menetapkan kondisi solusi diplomatik di Suriah, yang memasuki tahun ketujuh perang saudara.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan upaya bersama untuk menstabilkan Suriah, termasuk dengan perluasan gencatan senjata 7 Juli di wilayah yang berbatasan dengan Israel dan Yordania.
Mattis beharap dengan semakin berkurangnya perang maka akan lebih banyak pengungsi yang dapat kembali ke rumah. "Anda terus memperluasnya. Cobalah untuk (demiliterisasi) satu area kemudian (demiliterisasi) yang lain dan teruskan saja, cobalah untuk melakukan hal-hal yang memungkinkan orang kembali ke rumah mereka, "katanya kepada wartawan di Pentagon.
Rusia, yang memiliki garnisun militer jangka panjang di Suriah, mengatakan mereka ingin pasukan asing segera keluar dari negara tersebut.
Turki mengatakan pada Senin bahwa Amerika Serikat memiliki 13 basis di Suriah dan Rusia memiliki lima. Milisi YPG dari Kurdi yang didukung oleh AS mengatakan Washington telah membentuk tujuh pangkalan militer di wilayah utara Suriah.
Salah satu tujuan utama Washington adalah membatasi pengaruh Iran di Suriah dan Irak, yang berkembang selama perang dengan ISIS.