Rabu 15 Nov 2017 16:18 WIB

Uji Materi UU ke MK tak Bisa Hentikan Proses Hukum KPK

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Budi Raharjo
Febri Diansyah - Juru Bicara KPK
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Febri Diansyah - Juru Bicara KPK

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bisa menghentikan proses penyidikan dan pemeriksaan terhadap tersangka. Dalam proses hukum, acuan yang digunakan adalah KUHAP, UU Tipikor dan UU KPK.

"Jadi sekalipun ada bagian dari UU tersebut yang diuji di MK, hal tersebut tidak akan menghentikan proses hukum yang berjalan," tegas Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi Rabu (15/11).

Febri menerangkan, dalam Pasal 58 Undang-undang MK, proses hukum di KPK tidak bisa dihentikan. Dalam Pasal itu, sambung dia, dijelaskan bahwa Undang-Undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Apalagi ada penegasan di Pasal 58 UU MK. Sehingga dalam penanganan kasus KTP Elektronik ini, kami akan berjalan terus," ucap Febri.

Febri pun meminta agar tidak menyalahartikan pengertian dari hak imunitas sebagai alat untuk kebal hukum dan tidak bisa disentuh oleh lembaga penegak hukum. Sebab, hak imunitas terbatas untuk melindungi anggota DPR yang menjalankan tugas. "Tentu hal itu tidak berlaku dalam hal ada dugaan tindak pidana korupsi. Karena melakukan korupsi pasti bukan bagian dari tugas DPR. Mari kita jaga lembaga terhormat ini," tegasnya.

KPK telah menerima surat ketidakhadiran Ketua DPR RI Setya Novanto untuk panggilan perdana pemeriksaan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) pada Rabu (15/11). Surat ketidakhadiran yang ditandantangani oleh kuasa hukum Ketum Partai Golkar itu terdiri dari tujuh halaman, berisi poin-poin alasan tak dapat memenuhi panggilan pemeriksaan, salah satu alasannya adalah masih menunggu Judical Review di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada Jumat (10/11) KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.Penetapan tersangka terhadap Ketum Golkar tersebut pun sudah melalui beberapa tahapan setelah KPK mempelajari putusan praperadilan dari Hakim Tunggal Ceppy Iskandar.

KPK menduga Novanto pada saat proyek KTP-el bergulir Novanto yang menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama dengan Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharja, pengusaha Andi Agustinus dan dua pejabat Kemendagri Irman, dan Sugiaharto, menguntungkan diri sendri atau korporasi atau orang lain dengan menyalahgunakan jabatan atau kewenangan dan kedudukan yang mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Atas perbuatannya, Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement