REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abdel Haleem, ia enggan menyebut nama aslinya, adalah contoh lain Muslim Alaska yang terpanggil untuk mengubah stereotip tentang Islam yang penuh kekerasan. Haleem menjadi Muslim sejak delapan tahun lalu.
"Citra Islam seringkali rusak oleh umat Islam sendiri," ujarnya.
Ia lalu menceritakan sebuah percakapan anak muda yang didengarnya. "Demi Allah, bahkan anak saya yang masih kecil pun mendengar, mereka bilang bahwa semua Yahudi harus musnah dari muka bumi ini," ujarnya. Padahal kata Haleem, akhlak Rasulullah SAW tidak demikian.
Karenanya, ia tergerak untuk menjaga 4.000 sampai 5.000 umat Muslim Alaska untuk turut peduli menjadi ‘humas’ bagi agamanya. Ia kemudian memutuskan meluncurkan website lokal untuk umat Islam Alaska.
Semula, website-nya hanya diakses satu dua orang sehari. Namun kini, puluhan pengunjung meninggalkan komentar tentang hal-hal yang diinformasikannya di majalah mayanya. Ia mengambil judul yang "menantang" untuk setiap ulasannya, semisal Apa yang Salah dengan Islam atau Siapa yang Sesungguhnya Membelokkan Ajaran Alquran. Pesan damai disampaikannya di dunia maya.
Semangat untuk menebarkan ajaran Islam yang penuh kasih sayang tak hanya di masjid-masjid dan Islamic center saja, tetapi kini mulai masuk kampus. Bahkan di University of Alaska Anchorage kini diajarkan mengenai sejarah Islam di negara itu.
Selain itu, para mahasiswa yang tergabung dalam Islamic Student Association of Alaska (ISA) kerap mengadakan acara dialog tentang keislaman. "ISA sangat membantu menjaga terciptanya lingkungan belajar yang kondusif," ujar Diane Kozak, koordinator Student Leadership di UAA.
Menurut Diane, cara yang ditempuh ISA sangat bagus. Mereka tidak menjadikan kelompoknya ekslusif, namun membuka dialog dengan siapa saja. Bukan hal yang tabu bagi mereka menghadirkan tokoh agama lain dalam diskusi-diskusi yang mereka selenggarakan. Di sisi lain, mereka juga aktif meminta pada pihak universitas agar menyediakan ruangan untuk beribadah dan melakukan aneka kegiatan budaya.
"Mereka sangat mendukung upaya kampus untuk membuat lingkungan yang bebas untuk berpendapat dan membuat semua penganut kepercayaan saling menghormati," ujarnya.
Hal itu dibenarkan oleh Hussein Khab, mahasiswa asal Somalia yang tengah menuntut ilmu tentang perikanan komersial (commercial fishing) di universitas itu. "Dunia ini satu, Tuhan juga satu. Kenapa kita harus menghabiskan energi kita untuk saling bermusuhan? Buat apa?" ujarnya.
Disarikan dari Dialog Jumat Republika