REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, pada Senin (20/11), tim Biro Hukum KPK telah menyampaikan kesimpulan terkait praperadilan yang diajukan oleh Wali Kota Batu nonaktif Eddy Rumpoko di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
"Sampai dengan sesi kesimpulan ini, KPK telah menghadirkan sekitar 70 bukti," kata Febri saat dikonfirmasi, Senin (20/11).
Febri menuturkan, ada beberapa penegasan yang sudah dibuktikan di sidang, seperti proses penetapan tersangka sudah dengan dasar minimal dua alat bukti yang didapatkan di tahap penyelidikan. Kemudian, bukti penyadapan dan komunikasi antara tersangka Eddy dan Filipus Djap selaku pihak pemberi suap, yang perkaranya telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya pada tanggal 8 November 2017 lalu.
Menurut tim Biro Hukum KPK, komunikasi tersebut menunjukkan secara jelas adanya dugaan pemberian uang dengan kode "undangan" pada tersangka Eddy. Jadi, meskipun secara fisik uang belum diterima, pihak pemberi sudah berada di lokasi rumah tersangka dan sebelumnya sudah ada komunikasi yanh cukup jelas. Sehingga, hal itu tidak dapat menjadi alasan untuk mengatakan proses tertangkap tangan tidak terjadi hanya karena uang belum diterima.
"Perlu dipahami, pasal suap di UU Tipikor mengatur tentang pemberian hadiah atau janji dan penerimaan fisik uang bukan menjadi syarat tunggal selesainya perbuatan yang diduga suap tersebut. Karena jika kesepakatan antara pemberi dan penerima telah terjadi maka delik sudah selesai," terang Febri.
Selain itu ada banyak bukti lain yang juga sudah didapatkan, dan sebagian dihadirkan tim Biro Hukum KPK di persidangan praperadilan. Mulai dari bukti elektronik komunikasi antara pihak-pihak terkait termasuk tersangka, bukti dokumen, keterangan dari sejumlah pihak, dan bahkan dalam kasus ini pihak yanv diduga memberi suap pada tersangka Eddy juga telah mengakui bahwa pemberian uang tersebut bagian dari komitmen fee 10 persen dari proyek meubelair kantor wali kota Batu.
Ihwal dalil Eddy yang mempermasalahkan terkait jadwal ekspose, menurut Febri sesuai aturan yang ada, maka setelah penangkapan dilakukan. Sehingga, maksimal 24 jam setelah itu perlu ditentukan status hukum dari pihak-pihak yang diamankan saat itu. Dan sebelum itu dilakukan ekspose yang melibatkan pimpinan, pejabat di bidang penindakan dan pihak lain yang terkait langsung.
"Kami tegaskan, ekspose telah dilakukan pada hari Ahad, 17 September 2017 pada Pukul 08.30 WIB dan dari ekspose itulah kemudian diputuskan bukti permulaan yang cukup telah terpenuhi dan perkara ditingkatkan ke penyidikan," tegasnya.
Hal tersebut, sambung Febri,sekaligus mengkoreksi dalil dari tersangka Eddy dan informasi yang disebar oleh pihak-pihak tertentu, yang mengatakan, bahwa ekspose kasus ini dilakukan di sore hari, sementara pengumuman tersangka dilakukan pada siang hari.
"Informasi tersebut keliru. Jika itu didasarkan pada keterangan saksi Penyelidik KPK yang hadir di sidang praperadilan PN Jaksel, justru penyelidik mengatakan tidak ingat persis waktunya kapan dan memang pada saat itu ada sejumlah kegiatan penindakan yang dilakukan secara berdekatan baik oleh tim yang sama ataupun tim lain," tuturnya.
Sehingga, bukti kuat yang telah diajukan KPK adalah notulen rapat ekspose dalam kasus ini dan undangan rapat pada paginya. Hal ini sekaligus membantah informasi yg mengatakan bahwa ekspose dilakukan dilakukan di sore hari. "Kami harap ini memperjelas konstruksi dan proses formil penanganan kasus Batu yang ditangani KPK," ucap Febri.