Kamis 23 Nov 2017 21:47 WIB

Ombudsman Sarankan Polri Buat Parameter Penangan Kasus

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Komisioner Ombudsman, Adrianus Meliala mendatangi Mabes Polri untuk berkoordinasi pada Polri terkait penanganan kasus-kasus. Rabu (23/11).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Komisioner Ombudsman, Adrianus Meliala mendatangi Mabes Polri untuk berkoordinasi pada Polri terkait penanganan kasus-kasus. Rabu (23/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Adrianus Meliala mengungkapkan, Ombudsman menerima berbagai laporan terkait banyaknya penanganan kasus oleh Polri yang tertunda. Untuk itu, Ombusman pun berharap pada Inspektorat Pengawas Umum Polri membuat parameter penganan kasus.

Adrianus mengungkapkan, parameter penanganan kasus dilakukan sesuai dengan skala kasus. Dalam hal ini, Bareskrim Mabes Polri menangani kasus dengan kompleksitas yang tinggi, dan semakin ke bawah kasus harus semakin mudah. Namun, saat ini menurut Adrianus, parameter waktu untuk kasus belum ada.

"Jadi mesti ada parameter dari segi waktu, seperti contoh misalnya kalau kasusnya penipuan itu berapa lama, kalau kasusnya misalnya korupsi berapa lama," ucap Adrianus di Mabes Polri, Kamis (23/11).

Dengan adanya parameter waktu itu, Ombudsman pun memiliki indikator awal untuk menjawab keluhan dari para pelapor yang melaporkan penundaan kasusnya ke Ombudsman. Selama ini, Ombudsman sendiri tidak bisa menolak laporan.

Ombudsman, lanjut Adrianus tidak boleh menolak laporan. Dalam praktiknya, Ombudsman kerap menerima pelapor yang tidak sabar kasusnya belum ditangani oleh kepolisian. Padahal, Polri pun memang memiliki mekanisme sendiri.

"Nah jadi kami butuh satu pegangan dari pihak Polri agar kemudian kami bisa mengatakan kepada para pelapor tunggu deh sabar deh karena memang Polri memang punya parameter waktu begitu," ucapnya.

Adrianus menambahkan, pihaknya juga tidak akan segan memanggil personel Polri apabila terdapat indikasi pelanggaran yang menyebabkan penundaan kasus. Sesuai dengan undang-undang, Ombudsman memiliki kewenangan mepanggil paksa anggota Polri atau kepada pejabat publik untuk melakukan klarifikasi kasus yang tertunda.

Menurut Adrianus, dari kasus-kasus yang oa klarifikasi ke Polri, terdapat sejumlah alasan kasus bisa tertunda. Alasan tersebut di antaranya karena susitnya mengumpulkan alat bukti, DPO, ketidakhadiran tersangka dan lain-lain.

"Saya kira benar juga sih, cuma masyarakat kan butuh kepastian nih apakah dua bulan tiga bulan. Kalau tidak begitu kan seperti never ending story, begitu," kata dia.

Adrianus menyebutkan, 10 ribu kasus diadukan pada Ombusman. Dari jumlah itu, 3.000 di antaranya merupakan kasus kepolisian. "Jadi dari sekitar 3.000-an itu saya katakan paling banyak itu Reskrim 90 persen lah dibagilah intel ada Propam ada, lantas ada Brimob kecil-kecil lah. Itu paling banyak adalah penundaan tentang sedikit-dikit aduan tidak kompeten," kata Adrianus.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement