Kamis 30 Nov 2017 09:31 WIB

BPJPH Susun Peraturan Menteri Agama tentang Registrasi Halal

Kepala BPJPH Prof Ir Sukoso
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kepala BPJPH Prof Ir Sukoso

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tengah menyusun Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Registrasi Halal. PMA ini diperlukan sebagai dasar pelaksanaan kewenangan BPJPH dalam melakukan registrasi sertifikat halal dan produk halal luar negeri.

Dalam proses penyusunan PMA tersebut, BPJPH menggelar focus group discussion (FGD) Penyusunan Peraturan Menteri tentang Registrasi Halal. FGD yang berlangsung 29 November hingga 1 Desember 2017 di Jakarta ini diikuti perwakilan unit eselon satu Kementerian Agama, auditor halal,  perwakilan Perguruan Tinggi Islam, dan beberapa stakeholder terkait lainnya.

Selain Kepala BPJPH Sukoso, juga hadir beberapa narasumber lain dari praktisi yang ikut berkontribusi terhadap rancangan regulasi tersebut. "BPJPH dapat melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH," papar Sukoso di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, produk halal luar negeri yang ingin masuk ke Indonesia, tidak perlu diajukan permohonan sertifikat halalnya sepanjang sertifikat halal diterbitkan oleh lembaga halal luar negeri yang sudah melakukan kerjasama saling pengakuan sertifikat halal dengan BPJPH.

Namun demikian, sertifikat halal untuk produk yang masuk ke dalam negeri,  wajib diregistrasi di BPJPH sebelum produk diedarkan di Indonesia. "Rancangan regulasi ini memuat ketentuan tentang registrasi sertifikat halal dan lembaga pemeriksa halal luar negeri," ujarnya.

Mengkritisi tentang rancangan ketentuan registrasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), perwakilan UIN Syarif Hidayatullah, Zilhadia, menyampaikan masukannya agar regulasinya dibuat terperinci sehingga memudahkan BPJPH dalam pemantauan terhadap kinerja LPH.

sumber : kemenag.go.id
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement