Jumat 01 Dec 2017 12:50 WIB
Maulid Nabi Muhammad

Balas Dendam Quraisy di Perang Uhud

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agus Yulianto
Ilustrasi Berdoa di puncak bukit Uhud
Foto: Antara/Zarqoni
Ilustrasi Berdoa di puncak bukit Uhud

REPUBLIKA.CO.ID, Kalah perang saat pertempuran Badar, membuat kaum Quraisy sangat dendam dengan kaum Muslimin di Madinah. Harkat dan martabat mereka hancur dan ini menjadi penyebab perang besar di Uhud. Berbagai persiapan dilakukan untuk mengalahkan kaum Muslimin, termasuk Jubair bin Muth'im yang mencari seorang penombak handal seorang budak Habasyi.

Budak ini ditargetkan membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah. Rencana menombak Hamzah ini sebagai balas dendam karena telah membunuh paman Jubair, Thu'aimah bin Adi di perang Badar. Di pihak Quraisy, perang Uhud ini dipimpin langsung oleh Abu Sufyan, dan istrinya Hindun binti Utbah pun ikut bersamanya untuk membalas kematian ayahnya Utbah bin Rabi'ah yang tewas di tangan Hamzah.

Jumlah pasukan kaum Musyrikin di Perang Uhud mencapai 3000 orang, 700 diantaranya berbaju besi, 200 orang kavaleri berkuda dan 17 orang penabuh gendrang, rebana dan alat musik. Mereka juga membawa para wanita dan minuman khamar untuk penyemangat pasukan Quraisy. Mereka juga mendendangkan ratapan atas korban Perang Badar sebagai penyemangat tempur pasukan.

Pasukan Musyrikin Quraisy bergerak dari Mekkah pada 5 Syawal tahun ke 3 Hijriah. Informasi ini dibocorkan al Abbas melalui suratnya kepada Rasulullah, dengan menitipkan kepada seorang lelaki Bani Ghifar. Al Abbas berpesan agar sura ini sampai paling lambat tiga hari tiga malam perjalanan ke Madinah. Sampai di Madinah, Ubay bin Ka'ab kemudian membacakan surat tersebut dihadapan Rasulullah.

Mendapat kabar tersebut, terjadi perdebatan antara kaum Muslimin antara meninggalkan Madinah dan melawan kaum Musyrikin. Akhirnya Rasulullah memilih untuk tetap melawan. Rasulullah menegaskan kemenangan akan diraih selama semua pihak memiliki kesabaran. Selang beberapa hari, berangkatlah Rasulullah dengan baju besinya memimpin pasukan kaum Muslimin pada Jumat.

Untuk menjaga kota Madinah, Rasulullah mempercayakan kepada Ibnu Ummi Maktum. Keesokan harinya Rasulullah telah tiba di sebuah celah Gunung Uhud. Pasukan Rasulullah membawa tiga panji bendera, satu bendera Aus dipegang Usaid bin Hudhair, bendera Khazraj dipegang Al Habbab bin al Mundzir dan bendera Muhajirin dipegang Ali bin Abu Thalib. Kaum Muslimin yang ikut bersama Rasulullah saat itu berjumlah 1000 orang.

Namun dalam perjalanan 300 orang bersama Abdullah bin Ubay membelot dan memilih pulang karena takut kalah melihat jumlah kaum Musyrikin mencapai 3000 orang. Sehingga jumlah pasukan kaum Muslimin hanya tertinggal 700 orang. Di celah Gunung Uhud pasukan Muslimin berbaris di tanah kosong, sementara pihak kaum Musyrikin berkemah satu mil di selatan bukit Uhud.

Abu Sufyan mengelompokkan pasukan ini menjadi infantri di bagian tengah dan dua sayap kavaleri di samping. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid, dan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal, masing-masing berkekuatan 100 orang. Amr bin Aas ditunjuk sebagai panglima bagi kedua sayap tetapi tugasnya terutama untuk koordinasi. Abu Sufyan juga menempatkan 100 pemanah di barisan terdepan. Bendera Quraish dibawa oleh Talha bin Abu Talha.

Talha yang membawa bendera Quraisy berkali-kali menantang perang tanding sehingga tampillah Ali bin Abu Thalib menghadapinya. Dalam duel, Ali berhasil memenggal kaki Talhah. Dan dalam peperangan ini, beberapa kali bendera Quraisy berpindah tangan, karena siapapun hingga 11 orang yang membawanya dibunuh oleh pasukan Muslimin. Setelah itu pertempuran mulai dimenangkan kaum Muslimin, hingga akhirnya kaum Musyrikin mundur dan meninggalkan harta di tenda mereka.

Sebagian kaum Muslimin tergiur dan mendatangi kemah kaum Musyrikin mengambil harta rampasan. Ini melalaikan pasukan Muslimin sehingga barisan pemanah yang diamanahkan Rasulullah untuk tetap di posisi mereka, melupakan perintah dan menuruni bukit. Melihat ini, kavaleri Musyrikin dipimpin Khalid bin Walid menaiki bukit dan menyerang para pemanah dan membunuh Abdullah bin Jubair. Dalam tempo singkat kekalahan pun beralih ke kaum Muslimin.

Kekacauan pun terjadi dan seketika itu pula, Hamzah paman Rasulullah wafat ditombak oleh Wahsyi, seorang budak yang disewa untuk membunuh Hamzah. Akhirnya pasukan Muslimin mundur, namun kaum Musyrikin sibuk mengumpulkan kaum Muslimin yang terluka. Mereka kemudian menyiksa kaum Muslimin yang tertinggal dan menganiaya mayat kaum Muslimin. Hindun istri Abu Sufyan misalnya, ia merobek perut Hamzah mencabut jatung, menggigit dan mengunyahnya.

Di Perang Uhud inilah gigi seri Rasulullah patah, pipi wajahnya terluka dan bibir bawah Rasulullah robek. Darah mengalir di wajah Rasulullah. Kekalahan ini terjadi karena sebagian pasukan Muslimin melanggar perintah Rasulullah untuk tetap berperang dan bertahan pada posisi masing-masing. Namun harta rampasan membuat tipu daya mereka sehingga pasukan Muslimin lengah dan mendapatkan serangan balik yang luar biasa.

Namun di akhir peperangan Abu Sufyan takut mengejar kaum Muslimin hingga ke Madinah. Ia memilih bertemu dengan Umar bin Khattab dan menanyakan apakah Rasulullah telah tewas. Umar menjawab, "Demi Allah, tidak!" Kemudian Abu Sufyan melakukan kesalahan yang menjadi kekalahan kaum Musyrikin pada perang selanjutnya. Ia mengatakan kepada Umar perang selanjutya di tahun depan, di Badar. Ini kekeliruan Abu Sufyan, yang ternyata membuat kesempatan bagi kaum Muslimin menyusun kekuatan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement