Senin 04 Dec 2017 16:56 WIB

Pengelola Mal Pastikan tak Ada Pemaksaan Atribut Natal

Rep: Novita Intan/ Red: Agus Yulianto
 Pekerja sebuah restoran cepat saji di Banten, mengenakan atribut Natal berupa tanduk rusa sebagai bagian seragamnya (Ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pekerja sebuah restoran cepat saji di Banten, mengenakan atribut Natal berupa tanduk rusa sebagai bagian seragamnya (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang perayaan umat Nasrani yang jatuh pada 25 Desember, pusat perbelanjaan dan gedung-gedung di ibu kota, marak dihiasi dengan ornamen dan atribut perayaan Natal. Salah satunya, penggunaan atribut Natal seperti topi sinterklas

Penggunaan atribut itu sempat menjadi perdebatan sehingga menimbulkan gejolak atau gesekan di masyarakat. Karena itu, Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Pusta, Stefanus Ridwan, memastikan permasalahan tersebut tidak terulang kembali.

"Tidak perlu dibesarkan masalah tersebut. Pihak pengelola pusat perbelanjaan tidak pernah memaksakan seseorang memakai atribut Natal," ujar Stefanusl ketika dihubungi Republika.co.id, di Jakarta, Senin (4/12).

Menurutnya, selama tidak ada laporan mengenai pemaksaanpengenaan atribut natal. Hanya saja, setiap pengelolaan pusat perbelanjaanmemberikan dekorasi natal agar menarik masyarakat.

"Wajar kalau ada atribut dekorasi, setiap mall jugapasti ada. Ini menjadi daya tarik masyarakat, apabila ada yang inginfoto," ucapnya.

Senada, Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta, Ellen Hidayat, mengatakan, atribut Natal hanya berupa dekorasi pusat perbelanjaan. Ini dilakukan sebagai bentuk informasi kepada masyarakat.

"Dekorasi menjadi daya tarik masyarakat juga, banyakorang membutuhkan background untuk berfoto dengan latar belakang yangmenarik," ucapnya.

Dia menyebut, dekorasi Natal di pusat perbelanjaan menjadi hal penting mengingat saat ini masyarakat mengandalkan teknologi untuk memberikan sumber informasi. "Masyarakat millenial suka sekali sosial media, gunakan Instagram, mereka foto, juga ditanyakan kamu agama apa? Kalau foto dengan sinterklas," ungkapnya.

Ellen juga menegaskan, tidak ada unsur pemaksaan dalam pemakaian atribut natal. Bahkan, jika ada hal itu terjadi bisa langsung dilaporkan ke pihak pengelola mal. "Tahun ini tidak ada sama sekali, silakan saja laporanke atasnya," tegasnya.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau kepada pengusaha Kristiani untuk tidak mendorong, mewajibkan dan menyuruh kaum Muslim yang menjadi tenaga kerjanya memakai simbol atau atribut Natal. Menyusuli mbauan MUI, Kementerian Agama juga memberikan imbauan serupa.

Sekretaris Jenderal MUI Pusat Dr Anwar Abbas menyampaikan, memakai simbol atau atribut Natal tidak sesuai dengan keimanan dan keyakinan sebagai Muslim. Hal ini penting disampaikan dan diingatkan kembali karena tindakan tersebut jelas-jelas akan menyakiti hati sebagian besarumat Islam.

Dia menegaskan, semua warga negara Indonesia sudah seharusnya saling menghormati dan tidak memaksakan hal-hal yang tidak berkenan bagi penganut agama lain. Sikap ini perlu dijaga agar hubungan baik antar umat beragama yang sudah terbangun selama ini, tidak menjadi rusak.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement