REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren baru saja menyelenggarakan Halaqah Pimpinan Pondok Pesantren di Kudus, Jawa Tengah. Salah satu pesan penting dari halaqah tersebut, pesantren harus bisa menyesuaikan diri dengan zaman.
Dalam pandangan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin, pesantren harus tetap mempertahankan kekhasan dan keunggulannya. ‘’Dua hal tersebut harus dipertahankan, dijaga, dan dirawat oleh pesantren,’’ ujar Kamaruddin, Senin (4/12).
Namun, dia melanjutkan, pada era globalisasi ini, tantangan teknologi informasi meniscayakan pesantren untuk bisa beradaptasi dan merespons perkembangan zaman. Oleh karena itu, pesantren harus paham tentang perubahan sosial dan kemajuan teknologi informasi di setiap zamannya. ‘
’Jadi, tidak boleh lagi pesantren membatasi diri hanya pada tradisi yang selama ini dikembangkan,’’ katanya.
Untuk itu, Kamaruddin menegaskan, pesantren harus terbuka. Pesantren harus bisa menerima dan merespons realitas perubahan sosial yang begitu cepat. Untuk itu, santri yang belajar di pesantren, selain mendalami ilmu-ilmu keagamaan dan keislaman juga harus belajar tentang teknologi informasi.
"Juga belajar tentang realitas kehidupan masyarakat global supaya pesantren bisa memberi respons, bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ujarnya.
Dengan demikian, dikatakan Kamaruddin, pesantren bisa terus berkontribusi untuk bangsa, misalnya dengan memberikan sumbangan pemikiran terkait masalah-masalah yang dihadapi bangsa di zaman sekarang.
Sebelumnya, saat menyampaikan materi pada Halaqah Pimpinan Pondok Pesantren, Direktur Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Ahmad Zayadi mengatakan, pesan-pesan keagamaan yang ada di pesantren harus disampaikan sesuai dengan konteks zamannya. Oleh karena itu, melalui halaqah tersebut diharapkan perangkat “zaman now” tersebut dapat disiapkan.
"Kita ingin menyampaikan pesan pesantren sesuai zamannya, seperti istilah generasi ‘zaman now’, berarti pesan yang disampaikan juga harus menggunakan perangkat ‘zaman now’, dan itulah yang harus disiapkan," ujar dia.
Menurut cendekiawan Muslim Adian Husaini, sebelum pesantren merespons yang ada di luar, pesantren harus menemukan jati diri pesantren terlebih dahulu. Ia menjelaskan, ada enam hal yang menjadi jati diri pesantren. Pertama, ada keteladanan kiai. ‘’Jadi, bukan sekadar ada kiai di dalam pesantren, tetapi harus ada keteladanan kiai,’’ ujar Ketua Program Magister Pendidikan Islam Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, ini.
Kedua, ada aktivitas mendalami ilmu agama. Ketiga, ada penanaman adab dan akhlak. Keempat, ia melanjutkan, ada penanaman semangat dakwah. Kelima, siap merespons tantangan zaman. Keenam, menyiapkan kemandirian santri.
‘’Jadi, pesantren harus bisa menyiapkan sikap, mental, dan skill kemandirian para santri,’’ ujar dia.
Ia sepakat bahwa pesantren harus bisa merespons zaman seperti dulu pesantren di Indonesia siap menghadapi penjajah dan berbagai pemikiran. Dengan kata lain, pesantren siap menghadapi tantangan zaman.
Selain itu, dikatakan Adian, santri juga tidak sekedar dididik untuk dirinya sendiri di pesantren. Sebab, para santri harus siap terjun ke masyarakat untuk berdakwah serta memperbaiki keadaan masyarakat. "Itulah sebetulnya makna pesantren. Jadi, kalau diimbau supaya pesantren harus merespons tantangan zaman dengan tepat, itu memang sangat betul," ujarnya.
Ia menambahkan, para santri di pesantren juga harus diajarkan dan dipahamkan dengan tantangan pemikiran kontemporer, seperti pluralisme, sekularisme, liberalisme, dan ekstremisme. Hal itu penting karena para santri di dalam pesantren pun telah berinteraksi dengan tantangan pemikiran kontemporer tersebut. Salah satunya karena internet sudah masuk pesantren.
Namun, ia mengingatkan, pemahaman mengenai pemikiran kontemporer tersebut perlu disampaikan secara bijak dan tepat kepada para santri. "Santri juga harus diberi tahu tentang tantangan dalam dunia kebudayaan, politik, ekonomi, situasi global. Mereka (santri) bukan disterilkan dari itu.’’ (Pengolah: Wachidah Handasah).