REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Pemerintah Arab Saudi meminta Amerika Serikat (AS) tidak mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel. Menurut Saudi, keputusan AS tersebut akan memiliki dampak yang serius.
"Pengakuan (Yerusalem bagian dari Israel) akan memiliki implikasi yang sangat serius dan akan menimbulkan provokasi terhadap semua perasaan Muslim," kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan, Selasa (5/12).
"Pemerintah AS harus mempertimbangkan implikasi negatif dari langkah tersebut dan harapan Kerajaan (Arab Saudi) untuk tidak mengambil keputusan seperti ini."
Saudi menilai, keputusan AS yang akan mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel melemahkan kemampuan Washington dalam melanjutkan upaya mencapai solusi adil bagi kepentingan Palestina.
Duta Besar Saudi di Washington Pangeran Khalid bin Salman mengatakan, sebelum tercapai penyelesaian akhir dalam konflik Palestina dengan Israel, rencana AS mengubah status Yerusalem akan melukai proses perdamaian. Keputusan itu pun akan meningkatkan ketegangan regional.
"Kebijakan Kerajaan (Saudi) telah dan tetap mendukung rakyat Palestina, dan ini telah dikomunikasikan ke pemerintah AS," ujar Pangeran Khalid.
Sebagai bagian dari kampanye pada masa pemilu presiden tahun lalu, Presiden AS Donald Trump berjanji akan memindahkan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Rencana Trump ini ditentang oleh sejumlah negara, termasuk Liga Arab.
Israel memang masih bersikeras mengklaim bahwa Yerusalem merupakan ibu kotanya. Dunia pun menentang klaim ini. Negara-negara menyebut status Yerusalem harus ditentukan dalam perundingan damai dengan rakyat Palestina. Sebab Palestina telah menganggap Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan mereka.