REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (15/12) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Purnawirawan Agus Supriatna. Sedianya ia akan diperiksa sebagaisaksi untuk tersangka Irfan Kurnia Saleh dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.
Namun, untuk kesekian kalinya, mantan KSAU itu kembali mangkir dari panggilan KPK. Sejak pagi penasihat hukum Agus sudah mengirimkan surat ketidakhadiran mantan KSAU tersebut.
"Penasihat hukum datang dan menyampaikan surat pemberitahuan tidak hadir dan permintaan penundaan pemeriksaan. Alasan tidak hadir karena sedang berada di luar negeri," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Jumat (15/12).
Namun, lanjut Febri, berdasarkan data perlintasan yang didapat KPK, sejak tanggal 8 Desember Agus sudah berada di Indonesia. "Kami akan kroscek lagi soal ini dan koordinasi dengan POM TNI. Kami percaya Komitmen Panglima TNI kuat untuk membongkar kasus korupsi ini. Apalagi sejak awal ini menjadi konsen Presiden Joko Widodo," tutur Febri.
"Kami harap bisa lancar, sejauh ini koordinasi baik. Kita harap dukungan. Karena pada Senin ada 6 juga saksi yang akan hadir alasannya belum dapat tugas untuk hadap," tambah Febri.
Ihwal penanganan kasus Irfan Kurnia Saleh, sambung Febri, saat ini KPK masih melakukan penyidikan. "Harapannya bisa selesai sehingga penanganan lebih lanjut bisa dikawal bersama-sama," kata Febri.
Irfan Kurnia Saleh merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dari unsur swasta pada kasus tersebut. Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.
Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar. Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.