REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musyawaroh Nasional Luar Biasa (Munaslub) melahirkan tagline Golkar Bersih. Tagline ini menjadi janji Kampenye Airlangga Hartanto yang terpilih menjadi Ketua Umum Golkar menggantikan Setya Novanto.
"Banyak yang bertanya, apakah Golkar benar-benar serius dan mampu mewujudkan diksi itu dalam perjalanannya ke depan. Bahkan tidak sedikit yang sinis dengan pilihan Golkar itu," kata Fungsionaris Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia melalui keterangan tertulis, Kamis (21/12) malam.
Menurut Doli, dalam politik sah-sah saja bila setiap kekuatan politik melakukan pentapan slogan, kampanye, bahkan menjual visi, ide, gagasan, maupun konsep. Namun agar tidak sekadar disebut jualan maka tentu penetapan slogan, maupun tagline harus juga disesuaikan dengan kemampuan mengukur untuk mengaplikasikannya.
"Dan buat sebuah partai politik, tentu ukurannya adalah persepsi publik dan yang lebih konkret lagi adalah dukungan pada pemilu," kata dia.
Doli meyakini bahwa Golkar akan mampu mewujudkan tagline Golkar Bersih menjadi semangat untuk kebangkitan Golkar yang baru. Tentu semua itu akan diuji dengan kebijakan, sikap, program, agenda-agenda Golkar ke depan.
"Setidaknya ada enam indikator sekaligus ujian yang harus dilewati Golkar dalam sebulan ke depan, diawal masa kepemimpinan Airlangga Hartarto ini," ungkap dia.
Pertama, figur kepemimpinan Airlangga Hartarto (AH) sebagai Ketua Umum dan pemilihan diksi Golkar Bersih. Meskipun banyak yang menentang Airlangga tetap bersikukuh dan konsisten dengan diksi itu.
Menurut Doli ini bukti Airlangga memang figur yang bersih, tidak punya potensi masalah hukum, dan bebas dari isu korupsi. Sehingga dia pun ingin membangun lingkungan yang dipimpinnya juga turut bersih.
"Oleh karena itu kita harus mendukung dan mendorong agar karakter dan visi AH dapat menjadi karakter dan visi institusi partai," kata Doli.
Kedua, pelaksanaan Munaslub berlangsung dengan bersih dan bebas dari praktik money politics dan transaksi jual beli suara. Menurutnya proses seperti ini adalah proses terbaik untuk memulai penataan kembali Partai Golkar.
Ketiga, sejauh mana Airlangga memiliki kemauan keras, konsistensi, dan dukungan kuat dari semua stake holder untuk mampu menyusun kepengurusan yang sama sekali harus berwajah baru dan kontras dengan yang lama. Figur bermasalah atau berpotensi masalah hukum, figur pro isu korupsi, figur anti perubahan, dan figur kontroversial penghambat pembaharuan harus dapat diganti dengan figur-figur yang fresh, bersih, anti korupsi, pro perubahan, muda, dan pendorong pembaharuan.
"Isu generasi milenial dan zaman now pun harus diikutkan menjadi variabel dalam mengisi etalase kepengurusan," ucapnya.
Keempat kepengurusan yang baru nanti DPP mengambil kebijakan akan menarik semua kadernya dan mendorong pembubaran Pansus Hak Angket KPK. Ini adalah bentuk konkret dari manifestasi salah satu keputusan rekomendasi Munaslub kemarin yang menegaskan bahwa Golkar harus ikut memperkuat KPK dan gerakan pemberantasan korupsi.
Kelima, sosok yang akan ditempatkan Golkar menjadi Ketua DPR menggantikan Setya Novanto adalah sosok yang harus dikenal sebagai figur yang bersih, tidak punya track record berpotensi masalah hukum serta tidak pernah, sedang, dan akan tersangkut isu korupsi.
Keenam, saat Golkar mengahadapi tahap akhir penetapan calon-calon Kepala Daerah awal Januari nanti. Golkar bersama partai politik lain akan masuk pada tahap finalisasi penentuan calon yang akan diusung.
Ia berharap tambah Doli, tidak ada lagi isu kontroversial tentang adanya mahar politik, yang harus dikedepankan adalah bagaimana event pilkada itu menjadi wahana munculnya kader-kader terbaik Golkar menjadi tokoh publik. Sekaligus menjadi konsolidasi pemanasan kekuatan mesin partai menuju pileg dan pilpres.
"Bila Golkar mampu melewati empat ujian itu, meneruskan dua ujian yang sudah dilampaui sebelumnya, maka Golkar akan memiliki indikasi sangat kuat dapat mewujudkan Golkar Bersih," ungkapnya.