REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas menjelaskan, MUI sudah meng ambil sikap terkait tumbuhnya konten-konten keislaman. MUI pun membentuk lembaga baru, yakni lembaga pentashih. Tugas dari lembaga ini memeriksan dan membaca konten, baik di buku, majalah, atau diberbagai video. Karena pengaruh baca sangat besar terhadap aktivitas umat, akhlak, dan juga terhadap kehidupan ke bangsaan, tutur Anwar.
Anwar khawatir jika konten tersebut tidak ada yang mengontrol maka akan mengarah kepada radikalisme. Beredarnya konten itu pun membahayakan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Banyaknya masyarakat yang tertarik terhadap konten keislaman dinilai karena agama memberikan jawaban bagi mereka yang tidak siap menghadapi kehidupan. Sebab, kata Anwar, tidak banyak orang yang siap secara mental untuk menjalani hidup. Oleh karena itu, mereka ingin mencari ketenangan agar siap, tegar, berani menghadapi, itu ada dalam agama, ungkapnya.
Dia menambahkan, MUI juga telah membuat pedoman bagi para ustaz sebagai rambu-rambu. Tak terkecuali di dunia maya. Menurut dia, berdakwah harus ada aturan-aturan yang perlu diperhatikan oleh para dai. Misalnya, mereka tidak boleh mencela antara sesama, bahkan antar agama lain.
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia KH Cholil Nafis menjelaskan, tidak semua konten keislaman harus diikuti. Ia mengatakan, masyarakat harus cerdas dalam memilih konten.
Masyarakat pelu mengindikasi untuk memilih konten keagamaan dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan, tutur Kiai Cho lil. Karena itu, dia menegaskan, MUI juga melakukan upaya pengawasan terhadap konten-konten yang tersebar. Termasuk mendorong lembaga terkait agar aktif merespons setiap perkembangan.