REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono mengadakan pembicaraan dengan rekannya, Ayman Safadi, di Yordania, pada Selasa (26/12). Pembicaraan tersebut menyepakati bahwa nasib Yerusalem harus diputuskan dalam pembicaraan setelah Washington mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel.
Dilansir dari Japan Today, Rabu (27/12), Kono mengatakan bahwa Jepang tidak akan mengalihkan misi diplomatiknya ke Yerusalem. Jepang juga menyetujui bahwa status kota tersebut harus diputuskan dalam perundingan.
"Status kota harus diputuskan melalui perundingan langsung dan sesuai dengan resolusi internasional yang relevan," ungkap Ayman.
Keputusan kontroversial Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel telah memicu demonstrasi di Palestina. Keputusan itu pun ditolak dalam resolusi Majelis Umum PBB.
Hanya delapan negara yang berpihak pada Washington, termasuk Guatemala yang pada Ahad lalu mengatakan bahwa mereka akan mengikuti Amerika, memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem.
Israel merebut bagian timur Yerusalem dalam Perang Enam Hari pada 1967 dan kemudian mencaploknya dalam sebuah langkah yang tidak diakui oleh masyarakat internasional. Israel menganggap seluruh kota sebagai Ibu Kota mereka yang tak terbagi, sementara orang-orang Palestina memandang Yerusalem timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka.
PBB telah lama mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk menempa perdamaian adalah dengan memiliki dua negara--Israel dan Palestina--dengan Yerusalem sebagai Ibu Kota kedua negara dan perbatasan kembali ke status mereka sebelum perang 1967.
Israel dan Yordania pada tahun 1994 menandatangani sebuah perjanjian damai, yang mengakui status khusus Amman sebagai penjaga resmi situs Muslim suci Yerusalem.