Rabu 27 Dec 2017 18:15 WIB

Timbuktu, Pusat Peradaban dan Pengetahuan Islam Termasyhur

Rep: Heri Ruslan/ Red: Agung Sasongko
Salah satu situs islam di Timbuktu, Mali
Foto: onislam
Salah satu situs islam di Timbuktu, Mali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Timbuktu, Mali merupakan kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam di Afrika Barat. Pada abad ke-12 M, Timbuktu telah menjelma sebagai salah satu kota pusat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam termasyhur.

Di era kejayaan Islam, Timbuktu juga sempat menjadi sentra perdagangan terkemuka di dunia. Rakyat Timbuktu pun hidup sejahtera dan makmur. Sejarawan abad XVI, Leo Africanus, menggambarkan kejayaan Timbuktu dalam buku yang ditulisnya.

Begitu banyak hakim, doctor, dan ulama di sini (Timbuktu). Semua menerima gaji yang sangat memuaskan dari Raja Askia Muhammad—penguasa Negeri Songhay. Raja pun menaruh hormat pada rakyatnya yang giat belajar,” tutur Africanus.

Di era keemasan Islam, ilmu pengetahuan dan peradaban tumbuh sangat pesat di Timbuktu. Rakyat di wilayah itu begitu gemar membaca buku. Menurut Africanus, permintaan buku di Timbuktu sangat tinggi. Setiap orang berlomba membeli dan mengoleksi buku, sehingga perdagangan buku di kota itu menjanjikan keuntungan yang lebih besar dibanding bisnis lainnya.

Tombouctou begitu orang Prancis menyebut Timbuktu adalah sebuah kota di negara Mali, Afrika Barat. Kota multietis itu dihuni oleh suku Songhay, Tuareg, Fulani, dan Moor. Secara geografis, Timbuktu terletak sekitar 15 kilometer dari Sungai Niger.

Sejak abad ke-11 M, Timbuktu mulai menjadi pelabuhan penting tempat beragam barang dari Afrika Barat dan Afrika Utara diperdagangkan. Pada era itu, garam merupakan produk yang amat bernilai. Di Timbuktu, garam dijual atau ditukar dengan emas. Kemakmuran kota itu menarik perhatian para sarjana berkulit hitam, pedagang kulit hitam, dan saudagar Arab dari Afrika Utara.

Garam, buku, dan emas menjadi tiga komoditas unggulan yang begitu tinggi angka permintaannya pada era itu. Garam berasal dari wilayah Tegaza dan emas diproduksi dari tambang emas di Boure dan Banbuk. Sedangkan, buku dicetak dan diproduksi para sarjana berkulit hitam dan ilmuwan dari Sanhaja.

Proses pembangunan pertama kali berlangsung di Timbuktu pada awal abad ke-12 M. Para arsitek Afrika dari Djenne dan arsitek Muslim dari Afrika Utara mulai membangun kota itu. Pembangunan di Timbuktu berlangsung menandai berkembang pesatnya perdagangan dan ilmu pengetahuan. Saat itu, Raja Soso diserbu Kerajaan Ghana sehingga para ilmuwan dari Walata eksodus ke Timbuktu.

Timbuktu pun menjelma menjadi pusat pembelajaran Islam serta sentra perdagangan. Pada abad ke-12 M, Timbuktu telah memiliki tiga universitas serta 180 sekolah Alquran. Ketiga universitas Islam itu adalah Sankore University, Jingaray Ber University, dan Sidi Yahya University. Sayangnya, kini Timbuktu menjadi kota yang terisolasi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement