REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya teladan bagi umat manusia. Beliau diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak. ''Tidaklah aku diutus (ke bumi ini), kecuali untuk menyempurnakan akhlak.''
Pernyataan ini sangat jelas menggambarkan usaha yang dilakukan oleh Rasul SAW. Sepanjang sejarah hidupnya, sebagaimana diungkapkan Muhammad Husein Haykal dalam Hayatu Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), tak ada satu pun perbuatan yang tidak disukai oleh sahabat dari pribadinya.
Tak heran, ketika Rasulullah SAW wafat, Aisyah binti Abu Bakar as-Siddiq Radiyallahu Anha, istri Rasul SAW, ditanya oleh salah seorang sahabat tentang akhlak Nabi Muhammad SAW; Aisyah menjawab, akhlaknya adalah Alquran sesuai petunjuk dari Allah SWT.
''Dan, tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).'' (QS Annajm [53]: 3-4).
Demikian pula apa yang dilakukan oleh sahabat-sahabatnya. Semuanya senantiasa meneladani kepribadian Rasul SAW. Mereka (sahabat) senantiasa mencontoh perbuatan-perbuatan yang dilakukan Nabi SAW. Maka, ketika Rasul SAW wafat, sahabat berusaha menjalankan apa yang mereka ketahui dari perbuatan-perbuatan Rasul SAW.
Dalam sebuah riwayat, disebutkan peristiwa Abu Bakar As-Siddiq RA menemui Aisyah Ummu al-Mukminin. Abu Bakar bertanya tentang perbuatan yang dilakukan Rasul SAW dan belum sempat dijalaninya.
Aisyah mengatakan, setiap pagi Rasul SAW senantiasa pergi ke sudut pasar di Madinah. Kemudian, beliau memberi serta menyuapi seorang pengemis Yahudi yang buta. Padahal, setiap harinya pula si pengemis Yahudi ini mencaci maki Rasul SAW dan berkata kepada setiap orang untuk menjauhi Nabi Muhammad SAW agar orang-orang tidak terpengaruh.
Maka, Abu Bakar pun bergegas meniru perilaku Rasul SAW, yakni mendatangi, memberi makan, serta menyuapi Yahudi tersebut. Maka, ketika Abu Bakar sedang menyuapi, dengan serta-merta si Yahudi membuang makanan yang diberikan.
''Siapa kamu?'' tanyanya kepada Abu Bakar.
''Orang yang biasa menyuapi kamu setiap paginya,'' jawab Abu Bakar.
''Bukan. Kamu bukan orang yang sering memberi dan menyuapi makan,'' tegas si Yahudi. ''Bila aku hendak makan, orang itu selalu melunakkannya dulu baru menyuapinya ke dalam mulutku. Kamu pasti bukan orang itu,'' lanjut Yahudi.
Abu Bakar pun menangis. Usahanya untuk meniru perbuatan Rasul SAW tak mampu dilaksanakannya dengan baik. Lantas, ia menjawab, ''Orang yang biasa memberimu makan dan menyuapi itu kini sudah wafat.''
''Lalu, kamu siapa?'' tanya Yahudi lebih lanjut.
''Aku sahabatnya.''
''Mengapa kamu melakukan perbuatan ini?'' tanya Yahudi lagi.
''Aku ingin mencontoh akhlaknya,'' jawab Abu Bakar.
''Memangnya, siapa orang itu?'' tanya Yahudi.
''Dia adalah Muhammad, Rasul SAW,'' jawab Abu Bakar.
Kemudian, orang Yahudi ini ketakutan dan tak menyadari bahwa orang yang selama ini ia caci maki dan ia hina justru mendatanginya setiap hari dan memberinya makan, bahkan menyuapinya tanpa ada rasa marah dan benci. Maka, disaksikan oleh Abu Bakar as-Siddiq bahwa si Yahudi ini pun lantas mengucapkan dua kalimat syahadat dan masuk Islam. Allahu Akbar.
Dari kisah di atas, tampak kemuliaan dan keagungan dari akhlak Nabi Muhammad SAW. Karena itu, ketika Abu Bakar berusaha untuk mencontohnya--memberi makan si Yahudi--ia pun kesulitan melakukannya, bahkan tidak sedetail yang biasa dilakukan oleh Rasul SAW. Maka, ia pun menangis karena belum bisa melakukannya sebaik Rasul SAW.
Begitu juga dengan upaya-upaya yang dilakukan sahabat lainnya, seperti Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka senantiasa mencontoh akhlak Rasul SAW.
Maka, sepeninggal Rasul SAW, para sahabat inilah yang dijadikan contoh dan berusaha untuk diteladani umat. Umat pun berusaha menaati perintah Nabi SAW untuk memuliakan sahabat-sahabatnya sebab mereka adalah generasi terbaik dari umat Islam.