REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Puluhan warga Palestina menghadiri pemakaman pemuda Palestina, Jamal Mosleh (20 tahun) yang tewas dibunuh oleh pasukan Israel. Dia tewas pada Jumat (29/12) saat tentara Israel melepaskan tembakan ke arah demonstran di perbatasan Israel-Gaza.
Mosleh meninggal dunia pada Sabtu (30/12), karena luka tembak di perutnya. Ia menjadi warga Palestina ke-16 yang terbunuh sejak Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada 6 Desember lalu.
Malcolm Webb, kontributor Aljazirah yang melaporkan langsung dari Gaza, mengatakan Mosleh adalah satu dari 50 demonstran yang terluka karena amunisi pasukan Israel. Pemakamannya didanai oleh partai politik Fatah.
"Normal bagi faksi-faksi politik dan kelompok bersenjata di Gaza yang para pemimpinnya telah meminta para pemuda untuk pergi ke perbatasan dan melakukan demonstrasi, untuk mendanai pemakaman mereka yang terbunuh," kata Webb.
Selama lebih dari tiga pekan, orang-orang Palestina melakukan unjuk rasa hampir setiap hari untuk mengecam deklarasi Trump. Pengakuannya dinilai telah membahayakan kemungkinan solusi dua negara.
Selama dua dekade terakhir, pemimpin Palestina telah berusaha untuk membangun negara di Tepi Barat yang diduduki Israel dan Jalur Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Namun deklarasi Trump, yang juga melibatkan pemindahan Kedutaan Besar AS dari ibu kota komersial Israel, Tel Aviv, ke Yerusalem, memupuskan rencana Palestina untuk memiliki negara berdaulat.
"Setiap Jumat selama sebulan terakhir, para pemimpin (Palestina) telah meminta orang-orang untuk pergi ke perbatasan dan melakukan demonstrasi," kata Webb.
Tentara Israel menanggapinya dengan menembaki gas air mata dan beberapa peluru.
Sedikitnya 2.900 warga Palestina telah terluka sejak pengumuman Trump itu. Sekitar 500 orang juga telah ditangkap oleh pasukan Israel di wilayah Palestina yang diduduki.