Selasa 09 Jan 2018 10:17 WIB

Perundingan Korut dan Korsel Dimulai, Ini yang Dibahas

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Kendaraan delegasi Korea Selatan yang dipimpin Menteri Unifikasi Korsel Cho Myoung-gyon melewati pos pemeriksaan di Jembatan Unifikasi Agung yang menuju ke Panmunjom di selatan zona demiliterisasi di Paju, Korsel, Selasa (9/1).
Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji
Kendaraan delegasi Korea Selatan yang dipimpin Menteri Unifikasi Korsel Cho Myoung-gyon melewati pos pemeriksaan di Jembatan Unifikasi Agung yang menuju ke Panmunjom di selatan zona demiliterisasi di Paju, Korsel, Selasa (9/1).

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara dan Korea Selatan memulai pembicaraan formal pertama mereka setelah lebih dari dua tahun pada Selasa (9/1). Kedua belah pihak mengungkapkan optimisme menjelang diskusi agar atlet Korea Utara dapat berpartisipasi dalam Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan meskipun masing-masing negara berada dalam ketegangan.

Terlepas dari agenda utamanya terkait bidang olahraga, pertemuan tersebut diawasi ketat oleh para pemimpin dunia yang menginginkan adanya pengurangan ketegangan di semenanjung Korea di tengah meningkatnya kekhawatiran akan pengembangan senjata nuklir Korea Utara yang berlawanan dengan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Kami datang ke pertemuan hari ini dengan pemikiran untuk memberi saudara-saudara kita, yang memiliki harapan tinggi untuk dialog ini, hasil yang tak ternilai sebagai hadiah pertama tahun ini," kata Kepala delegasi Korea Utara Ri Son Gwon.

Ri adalah juru runding berpengalaman untuk perundingan antar-Korea meskipun pengalamannya sebelumnya sebagian besar terkait dengan militer karena kariernya di angkatan bersenjata.

Ri mengatakan Korea Utara memulai perundingan dengan sikap serius dan tulus. Hal ini juga disepakati oleh Menteri Unifikasi Korea Selatan Cho Myoung-gyon yang menyatakan optimismenya.

"Pembicaraan kami dimulai setelah Korea Utara dan Selatan dipenuhi ketegangan untuk waktu yang lama, tapi saya yakin langkah pertama adalah setengah perjalanan. Akan baik bagi kita untuk membuat 'hadiah bagus' yang Anda sebutkan tadi," kata Cho.

Tentara Korea Selatan berjaga di pos pemeriksaan di Jembatan Unifikasi Agung yang menuju ke Desa Panmunjom di selatan zona demiliterisasi di Paju, Korsel, 9 Januari 2018. (REUTERS/Kim Hong-Ji)

Kedua pihak membahas partisipasi Korea Utara di Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang dan Paralimpiade serta peningkatan hubungan antar-Korea. Cho mengatakan delegasinya juga bersiap membahas reuni kembali anggota keluarga yang dipisahkan oleh Perang Korea, yang berakhir dengan sebuah gencatan senjata dan secara teknis membuat kedua negara masih berperang.

Beberapa pejabat Korea Selatan berharap kedua negara dapat berada di bawah bendera tunggal di Olimpiade Musim Dingin. Ini akan menjadi pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade bahwa kedua Korea bersatu dalam satu bendera di acara olahraga.

Sambil tersenyum, Cho mengaku hanya membawa sedikit barang menuju wilayah perbatasan dimana perundingan akan dilakukan. Tepat sebelum delegasi melaju ke zona demiliterisasi (DMZ), sekitar 20 warga Korea Selatan terlihat melambaikan spanduk.

"Kami berharap keberhasilan perundingan antar-Korea tingkat tinggi," tulis spanduk tersebut. Seorang pria juga terlihat melambaikan bendera semenanjung Korea yang bersatu.

Lima pejabat senior dari masing-masing pihak bertemu di Gedung Perdamaian (Peace House) bertingkat tiga di sisi gencatan senjata Panmunjom Korea Selatan dari pukul 10 pagi waktu setempat. Menurut pejabat Kementerian Unifikasi, delegasi Korea Utara melewati perbatasan di dalam area keamanan bersama (JSA) ke Gedung Perdamaian pada dini hari.

Kamera dan mikrofon biasanya ditempatkan di ruangan untuk memastikan petugas dari kedua belah pihak dapat memantau pembicaraan tersebut. Amerika Serikat, yang memiliki 28.500 tentara yang ditempatkan di Korea Selatan sebagai warisan Perang Korea 1950-1953, awalnya menanggapi dengan dingin gagasan pertemuan antar-Korea.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan Pyongyang mungkin mencoba mengendalikan Washington dan Seoul dan berupaya melemahkan sebuah kampanye yang dipimpin AS untuk memaksa Korea Utara melepaskan pembangunan rudal berujung nuklir yang mampu menyerang Amerika Serikat.

Presiden AS Donald Trump baru-baru ini menyebut perundingan tersebut merupakan hal yang baik. Trump berharap pembicaraan yang terjadi tidak hanya sebatas Olimpiade. "Pada saat yang tepat, kita akan terlibat," tambahnya.

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS Katina Adams tidak menanggapi secara langsung terkait saran dari beberapa pejabat Korea Selatan yang berharap kedua negara Korea dapat berada di bawah bendera tunggal pada upacara pembukaan Olimpiade dan bahkan bersaing sebagai satu negara dalam beberapa peristiwa.

"Kami berhubungan dekat dengan Republik Korea mengenai tanggapan terpadu kami terhadap Korea Utara, termasuk kebutuhan mempertahankan tekanan untuk mencapai denuklirisasi Semenanjung Korea," katanya.

Ia mengatakan pilihan diplomatik tetap terbuka dan Amerika Serikat berkomitmen menemukan jalan damai dalam menyelesaikan krisis Semenanjung Korea. Pada saat yang sama, Adams mengatakan Washington mengetahui dengan pasti terkait rekam jejak Korea Utara dalam hal negosiasi.

"Waktu akan memberi tahu apakah ini adalah tindakan yang tulus," tambahnya.

Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengulangi pekan lalu setiap pembicaraan di masa depan antara Amerika Serikat dan Korea Utara harus ditujukan untuk denuklirisasi. Ia memperingatkan usaha diplomatik didukung oleh opsi militer yang kuat jika diperlukan.

Menteri Pertahanan AS James Mattis dan Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera berbicara melalui telepon pada Senin dan membahas pentingnya memaksimalkan tekanan terhadap Korea Utara untuk meninggalkan program nuklir dan misilnya. Korea Selatan dan Amerika Serikat sepakat menunda latihan militer gabungan sampai setelah Olimpiade dalam upaya mengurangi ketegangan dan menciptakan ruang untuk diplomasi.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement