REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan, belum memiliki aturan khusus yang mengatur sanksi bagi guru atau pihak yang sengaja menulis soal ujian bermuatan provokatif. Namun, jika yang bersalah adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) maka Pemerintah Daerah (Pemda) berkewajiban memberikan sanksi tersebut.
"Kalau ASN yang wajib memberikan sanksi Pemda, yang sudah diatur oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) meskipun statusnya adalah guru," ujar Staff Ahli Bidang Regulasi Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang kepada Republika.co.id, Kamis (11/1).
Dia mengakui, memang perlu ada sanksi khusus dan lebih jelas jika memang ada faktor kesengajaan dalam pembuatan soal ujian yang bernada provokatif tersebut. Meski begitu, menurut dia, walaupun soal dibuat oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di berbagai daerah, seharusnya dengan adanya kisi-kisi dan anchor dari pusat hal itu tidak terjadi.
"Dengan adanya kisi-kisi dan anchor harusnya tidak terjadi," tegas Chatarina.
Sebelumnya, Ikatan Guru Indonesia (IGI) mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat aturan atau sanksi yang jelas dan tegas dalam menekan kemunculan soal-soal ujian yang bermuatan politis, pornografi juga berbau suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Aturan maupun sanksi tersebut, harus disosialisasikan sebelum proses pembuatan soal di berbagai daerah.
"Bayangkan saja, saya seringkali menemukan soal ujian SD, tapi yang dibahas adalah hubungan suami istri atau tentang hal yang sifatnya dewasa. Maka dari itu perlu ada payung hukum yang jelas," kata Ketua IGI Muhammad Ramli Rahim.