REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni mendesak Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk menegakkan kedaulatan perikanan di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur, terutama para nelayan yang mencari ikan di Laut Timor.
"Jauh sebelum Menteri Susi mengeluarkan kebijakan untuk membakar kapal-kapal asing yang menangkap ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia, Australia justru sudah lama menerapkan hal serupa terhadap perahu-perahu milik nelayan tradisional Indonesia di Laut Timor," katanya kepada wartawan di Kupang, Jumat.
Tanoni mencontohkan ketika para nelayan mencari ikan di zona bebas perikanan di Laut Timor, perahu-perahu nelayan tradisonal Indonesia yang umumnya masih dalam wilayah perairan Indonesia berdasarkan data Global Positioning System (GPS), digiring masuk oleh patroli keamanan laut Australia ke wilayah perairan mereka.
"Saya sudah dua kali ditangkap oleh Australia saat kami tengah mencari ikan di wilayah perairan Laut Timor, beberapa tahun lalu. Perahu kami digiring masuk ke wilayah perairan Australia, sebagai dasar tuduhan bahwa kami telah memasuki wilayah perairan Australia secara ilegal," kata Abdul Wahab Sidin (51), salah seorang nelayan asal Namosain Kupang.
"Padahal, posisi kami masih di wilayah perairan Indonesia berdasarkan rekaman GPS, namun hasil rekaman sistem penentuan lokasi berdasarkan sinyal satelit untuk menghasilkan informasi berupa titik koordinat dan posisi dalam peta perairan ini, tidak pernah digubris Australia sebagai bukti," katanya.
Dalam alunan diplomasinya kepada Indonesia, Negeri Kanguru itu selalu bersilat lidah bahwa nelayan Indonesia memasuki wilayah perairan mereka secara ilegal untuk mencari ikan dan biota laut lain. "Anehnya, Indonesia pun diam dan seakan mengamini apa yang dikatakan Australia, tanpa mendengar apa yang dikatakan oleh nelayannya sendiri," ujar Tanoni.
Ia menambahkan, ketika para awak nelayan dievakuasi ke kapal-kapal patroli Australia, perahu-perahu itu akhirnya dimusnahkan dengan cara membakar serta menembaknya sampai tenggelam ke dasar laut.
Menurut Tanoni, batas perairan RI-Australia yang dibuat pada 1997 tentang Zona Ekonmi Eksklusif dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu itu hingga saat ini belum berlaku karena belum diratifikasi oleh parlemen kedua negara.
Mantan agen imigrasi Australia ini kemudian mengutip catatan Komisi Hak-Hak Asasi Manusia Australia yang menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 2003-2014 saja, sudah tercatat sekitar 1.500 perahu nelayan tradisional Indonesia di Laut Timor dimusnahkan oleh Australia tanpa ada dasar hukum yang jelas.
Sehubungan dengan hal tersebut,Tanoni mendesak Menteri Susi Pudjiastuti meminta pertanggungjawaban Pemerintah Australia demi tegaknya kedaulatan perikanan bagi para nelayan tradisional Indonesia yang sejak 450 tahun silam menjadikan Laut Timor sebagai rumah kedua mereka untuk mencari nafkah.
Ia juga mendesak Menteri Susi agar bersikap aktif terhadap masyarakat perikanan di NTT, yakni para nelayan dan petani rumput laut di 13 kabupaten/Kota yang telah menderita lebih dari delapan tahun akibat petaka tumpahan minyak Montara 2009 di Laut Timor. Kecelakaan itu telah membunuh lebih 100.000 mata pencaharian mereka.
"Menenggelamkan kapal asing demi kedaulatan NKRI itu sudah tepat, namun kedaulatan masyarakat perikanan di NTT yang dirampas hak-haknya oleh Australia itu juga perlu mendapat perhatian serius dari Menteri Susi Pudjiastuti," ujarnya.
Menurut Tanoni persoalan yang dihadapi para nelayan di NTT saat ini penting juga untuk diselesaikan segera oleh Menteris Susi, agar penderitaan mereka tidak terus berkepanjangan.*