REPUBLIKA.CO.ID, ST PETERSBURG -- AS menyebut sekitar 500 ribu warga Korea Utara bekerja di Rusia. AS menyatakan, 80 persen upah mereka dikirim kembali ke Pyongyang untuk membiayai keberlangsungan rezim Kim Jong-un.
"PBB sendiri khawatir soal itu. Tiap tahun, sekitar 500 juta dolar AS dikirim pekerja Korea Utara untuk membantu membiayai program misil dan nuklir Kim Jong-un," demikian dilansir CNN, Senin (15/1).
Berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk menekan program nuklir Korea Utara, negara manapun boleh mempekerjakan orang Korea Utara dengan kuota tertentu, tapi tidak boleh menerbitkan izin pekerja baru.
Berdasarkan sanksi terbaru, semua negara harus memulangkan pekerja Korea Utara pada 2019.
Meski begitu, jumlah pekerja Korea Utara di Rusia sendiri tidak bisa dipastikan jumlahnya. Sehingga tak bisa dipastikan pula mereka semua akan kembali ke Pyongyang.
Meski mendukung keputusan Dewan Keamanan PBB, Rusia meragukan efektivitas sanksi itu terhadap ambisi Kim Jong-un mengembangkan senjata nuklir Korea Utara.
''Seperti Korea Utara, Rusia juga menghadapi sanksi ekonomi. Kami yakin, sanksi ini tidak memengaruhi kebijakan dalam atau luar negeri,'' Ketua Parlemen Rusia Bidang Hubungan Luar Negeri, Konstantin Kosachev.
Rusia sdituding melemahkan sanksi bagi Pyongyang dengan mempekerjakan warga Korea Utara. Rusia juga tetap mengirimkan minyak dengan alasan negara terkena sanksi tetap boleh menjual minyak di bawah kuota. Kosachev membantah bila Rusia tidak berkomitmen terhadap Resolusi PBB.
Baca juga, Korut: Peluncuran Rudal untuk Targetkan Pangkalan Militer AS.
Ketua Program Asia Pasifik Carnegie Moscow Center, Alexander Gabuev mengatakan dukungan terhadap sanksi itu tidaklah menyenangkan bagi Rusia sendiri dan berasal dari keinginan agar rezim di Pyongyang tidak berubah menjadi pro Barat.
''Saya tidak yakin Rusia benar-benar mendukung sanksi ini. Tapi Rusia tidak mungkin juga jadi musuh PBB karena akan berakibat buruk bagi Rusia sendiri,'' kata Gabuev.
Juru bicara Korea Selatan menyatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin pernah menyatakan tak setuju dengan pengurangan pasokan minyak ke Korea Utara. Menurut Gabuev, penting membiarkan Korea Utara tetap bertahan dengan memasok minyak ke sana sehingga Rusia tidak terlalu ikut mencekik rezim di sana.