Rabu 17 Jan 2018 01:20 WIB

Utang Luar Negeri Pemerintah Diproyeksi Terus Meningkat

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Hutang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Hutang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah pada tahun ini diperkirakan dalam tren meningkat. Adapun nilai utang luar negeri pemerintah pada November 2017 naik 14,3 persen menjadi 176,6 miliar dolar AS.

Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira menjelaskan, utang luar negeri masih cukup beresiko terutama akibat pertumbuhan utang pemerintah di bulan November mencapai 14,3 persen (yoy). Angka ini naik signifikan dibanding bulan sebelumnya yang hanya 8,4 persen (yoy).

"Tren ini diprediksi akan terus berlanjut. Faktor kenaikan ULN pemerintah karena adanya kebutuhan pendanaan awal tahun 2018 atau prefunding dengan penerbitan surat utang baru. Tercatat pada 14 Nov 2017 pemerintah menerbitkan Rp 38,9 triliun surat utang baru," kata Bhima kepada Republika.co.id, Selasa (16/1).

Mau Tahu Jumlah Total Utang Seluruh Dunia dan Indonesia?

Secara keseluruhan, ULN Indonesia tumbuh 9,1 persen year on year (yoy) menjadi 347,3 miliar dolar AS. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), jumlah itu terdiri dari ULN sektor swasta yang naik 4,2 persen yoy menjadi 170,6 miliar dolar AS, lebih tinggi dibanding peningkatan bulan sebelumnya yang hanya 1,3 persen yoy. Kemudian ULN sektor publik atau pemerintah yang sebesar 176,6 miliar dolar AS.

Sementara itu ia menilai untuk membayar utang prospek penerimaan pajak akan cukup sulit di tahun 2018. Target penerimaan pajak 2018 sebesar 20 persen dari realisasi pajak 2017. Adapun realisasi pajak 2017 yaitu sebesar Rp 1.147,5 trilliun, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak.

Di sisi lain ada utang jatuh tempo Rp 810 triliun yang harus dibayar pemerintah di 2018-2019. "Artinya kalau ULN tidak terkendali maka ruang fiskal makin sempit," imbuhnya.

Menurutnya yang berbahaya ketika lonjakan penerbitan utang Pemerintah menyebabkan asing semakin dominan. Saat ini 40,9 persen porsi surat utang pemerintah dikuasai oleh asing. Apabila kondisi ekonomi memburuk, lanjut Bhima, asing bisa lakukan sudden capital reversal atau penjualan secara besar besaran. Ini dapat menjadi ancaman stabilitas sistem keuangan nasional.

Bhima menilai, tidak ada jalan pintas untuk mengurangi ULN kecuali melakukan debt swap atau pengurangan utang dengan program pembangunan. Cara lain adalah memperkuat fundamental perekonomian dan meningkatkan penerimaan pajak agar kemampuan bayar utang pemerintah meningkat.

"Karena tahun ini tidak ada tax amnesty agak berat juga penerimaan pajaknya.Soal kemampuan bayar utang dengan ruang fiskal yang makin sempit cara satu-satunya adalah pangkas belanja atau tambah utang baru," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement