Senin 22 Jan 2018 02:37 WIB

Penduduk Makhunik Zaman Purba, Bertubuh Terpendek di Iran

Iran dipercaya pernah menjadi rumah bagi 'Kota Kurcaci'.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Andri Saubani
Seorang gadis berpose di depan rumah penduduk Makhunik di Iran.
Foto: irandaily.com
Seorang gadis berpose di depan rumah penduduk Makhunik di Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, Sampai sekitar satu abad yang lalu, beberapa penduduk Makhunik, sebuah desa berusia 1.500 tahun yang berjarak sekitar 75 kilometer sebelah Barat perbatasan Afghanistan, memiliki penduduk yang tinggi badannya kira-kira 50 sentimeter. Lebih pendek daripada tinggi rata-rata manusia pada saat itu.

Pada 2005, badan mumi berukuran panjang 25 sentimeter ditemukan di wilayah tersebut. Penemuan itu memicu kepercayaan bahwa sudut terpencil Iran ini, yang terdiri dari 13 desa (termasuk Makhunik), pernah menjadi rumah bagi 'Kota Kurcaci' pada zaman dahulu.

Meski para ahli telah menentukan bahwa mumi tersebut sebenarnya adalah bayi prematur yang meninggal kira-kira 400 tahun yang lalu, mereka berpendapat bahwa generasi penduduk Makhunik sebelumnya, memang lebih pendek dari biasanya. Malnutrisi secara signifikan berkontribusi memberikan pengaruh terhadap defisiensi tinggi penduduk Makhunik.

Budidaya hewan sulit ditemui pada daerah kering seperti di Makhunik, desa terpencil itu hanya mampu memproduksi sayuran seperti lobak, biji-bijian, jelai dan buah (pada tanggal tertentu). Penduduk Makhunik hanya membuat hidangan vegetarian sederhana seperti kashk-beneh (terbuat dari whey dan sejenis pistachio yang tumbuh di pegunungan), dan pokhteek (campuran whey kering dan lobak).

Salah satu yang diperdebatkan di sana adalah anomali diet yang paling mengherankan, dengan meremehkan teh sebagai minuman diet, padahal teh adalah sesuatu yang paling dihargai di Iran.

"Saat saya masih kecil tidak ada yang minum teh. Jika seseorang minum teh, mereka bercanda dan bilang dia pecandu," kenang salah seorang warga Makhunik, Ahmad Rahnama (61), ia mengacu pada stereotype bahwa pecandu opium banyak minum teh. Rahnama mengelola sebuah museum yang didedikasikan untuk menceritakan arsitektur bersejarah dan gaya hidup tradisional Makhunik.

Pada pertengahan abad ke-20, pembangunan jalan dan proliferasi kendaraan memungkinkan penduduk Makhunik mengakses bahan-bahan yang ditemukan di bagian lain Iran, seperti nasi dan ayam.

"Ketika kendaraan datang, orang bisa membawa makanan dari kota terdekat sehingga ada makanan yang lebih banyak daripada sekadar kashk-beneh dan roti," kata Rahnama.

Meskipun sebagian besar, atau hampir 700 penduduk Makhunik sekarang sudah memiliki tinggi rata-rata, mereka masih mempertahankan rumah nenek moyang mereka yang lebih pendek. Dari sekitar 200 rumah batu dan tanah liat yang membentuk desa kuno itu, 70 sampai 80 di antaranya memiliki tinggi yang sangat rendah, berkisar antara 1,5-2 meter.

Sambil membungkuk, wartawan BBC mengikuti Rahnama ke salah satu rumah 'Lilliputian' Makhunik, merunduk melalui pintu kayu yang terletak di sisi Selatan rumah untuk membiarkan lebih banyak cahaya dan melindungi kamar tunggal rumah dari angin Utara yang kuat. Saya menemukan diri saya berada di tempat tinggal kecil yang dikenal sebagai 'ruang duduk'. Ruang kira-kira 10-14 meter persegi ini terdiri dari kandik (tempat menyimpan bebijian dan gandum), karshak (kompor tanah liat untuk memasak) dan ruang tidur.

Membangun rumah mungil ini tidak mudah, Rahnama menjelaskan, perawakan pendek penduduk bukanlah satu-satunya alasan untuk membangun rumah-rumah yang lebih kecil. Alasan lainnya adalah langkanya hewan peliharaan yang cukup besar untuk menarik gerobak dan jalan yang layak dilalui masih terbatas, yang berarti penduduk setempat harus membawa bahan bangunan dengan tangan sejauh puluhan kilometer setiap kalinya.

Dan rumah yang lebih kecil membutuhkan lebih sedikit bahan, dengan demikian usaha mereka akan lebih sedikit. Selain itu, meski sempit, rumah-rumah yang lebih kecil, lebih mudah untuk dipanaskan dan didinginkan daripada yang rumah-rumah yang lebih besar, dan lebih mudah melihat pemandangan di luar, sehingga membuat mereka sulit untuk ditangkap penjajah.

Hidup di desa masih tidak mudah; pertanian kecil yang ada telah menurun dalam beberapa tahun terakhir karena kekeringan, dan memaksa penduduk yang lebih muda untuk mencari tempat lain untuk bekerja. Sementara itu, penduduk yang lebih tua harus sangat bergantung pada subsidi pemerintah.

"Saat ini orang muda pergi ke kota terdekat untuk bekerja dan membawa kembali uang dan makanan. Para wanita melakukan beberapa tenun, tapi selain itu tidak ada pekerjaan," kata Rahnama.

Terlepas dari keadaan yang sulit, Rahnama berharap dengan membuat daya tarik pada arsitektur unik desa, ini akan memancing pengunjung dan pariwisata akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan bisnis. "Tapi, keadaan sekarang lebih baik daripada dulu. Dulu itu orang-orang bertubuh pendek dan gempal, dan sekarang mereka tinggi dan kurus," kata Rahnama melanjutkan pembicaraannya sambil tertawa kecil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement