REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum lepas dari keterkejutan gempa berkekuatan 6,1 skala Richter pada Selasa (23/1) siang, warga yang tinggal di daerah Lebak, Banten kembali dikejutkan dengan gempa berskala 5,1 pada Rabu (24/1). Dua gempa yang hanya berselang sehari itu berpusat pada tempat yang berdekatan di wilayah selatan Jawa.
Pada Selasa, gempa yang terjadi pukul 13.34 WIB itu berpusat pada kedalaman 61 kilometer dan berjarak 43 km barat daya Kabupaten Lebak. Berlokasi di 7,23 lintang selatan dan 105,91 bujur timur, di Samudra Hindia. Adapun pada Rabu pukul 13.32 WIB, gempa berskala lebih kecil berpusat pada kedalaman 42 km, berjarak 72 km barat daya Lebak. Lokasi gempa berada di 7,19 lintang selatan dan 106,07 bujur timur.
Rumah warga di Kampung Pangkalan RT 23 RW 05 Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi rusak berat akibat gempa 6,1 SR Lebak Banten Selasa (23/1).
Pakar gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano menjelaskan, aktivitas tektonik di selatan Jawa makin memperlihatkan peningkatan. Hal ini sejalan dengan analisis oleh sejumlah pakar gempa bahwa telah terjadi patahan di bagian bawah lempeng subduksi.
Lempeng subduksi merupakan pertemuan lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Pergerakan lempeng Indo-Australia menekan lempeng Eurasia inilah yang biasanya memicu gempa di selatan Jawa.
Selama ini, gempa di selatan Jawa terjadi karena tumbukan kedua lempeng tersebut. Namun, terjadinya dua gempa di selatan Lebak ini makin menguatkan analisis bahwa gempa bukan saja dipicu akibat patahan yang terjadi di atas lempeng subduksi, tapi juga di bagian bawah pertemuan lempeng tersebut. Dia mengatakan, gempa yang dipicu akibat patahan di bagian bawah lempeng ini diistilahkan sebagai gempa intraslab.
"Beberapa gempa yang terjadi akhir-akhir ini menguatkan dugaan bahwa di bagian bawah lempeng subduksi ada yang patah di beberapa tempat," kata Irwan kepada Republika.co.id, Rabu (24/1). Umumnya, Irwan mengatakan, gempa dipicu patahan di bagian atas pertemuan lempeng atau jalur subduksi.
Kondisi pengungsian korban terdampak gempa Lebak, Banten, di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Rabu (24/12) sore.
Akan tetapi, dua gempa di selatan Lebak dua hari terakhir dipicu karena gempa intraslab ini. Gempa yang berpusat di selatan Jawa lainnya, seperti di Tasikmalaya pada Desember 2017, Irwan mengatakan, juga dipicu karena ada bagian bawah pertemuan lempeng yang patah. Gempa intraslab yang mirip ini, dia mengatakan, juga terjadi di pantai barat Sumatra pada 2009 lalu.
Masalahnya, ungkap dosen Prodi Geodesi ITB ini, gempa intraslab tersebut berpotensi memiliki kekuatan guncangan hingga 8 skala Richter. Kendati kekuatan gempanya relatif lebih kecil dibandingkan gempa yang dipicu di zona megathrust, gempa intraslab berpotensi lebih sering terjadi.
"Dengan makin seringnya gempa intraslab, sisi positifnya, kita seolah diperingatkan untuk waspada sejak dini. Bahwa ada ancaman potensi dengan kekuatan yang besar hingga 8 skala Richter. Jadi, hikmahnya ini semacam exercise yang baik bagi kita," kata Irwan.
Dalam konteks aktivitas tektonik di wilayah selatan Jawa, gempa intraslab ini seolah memberikan pesan bahwa "kami ini aktif lho". Untuk itu, dia mengatakan, sudah sewajarnya semua pihak terkait untuk serius menyiapkan penanganan bencana sejak dini karena potensi gempa sesungguhnya yang berkekuatan lebih besar masih belum terjadi. "Upaya serius penanganan bencana mesti dilakukan," kata Irwan.