REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Rencana penunjukan dua jenderal kepolisian untuk memimpin sebagai pejabat Plt, memperoleh tanggapan dari Wakil Gubernur Jabar, Deddy Mizwar. Ia menilai, Plt Gubernur dijabat oleh Jenderal kepolisian, perlu dipertanyakan.
"Kalau Undang-Undang kan yang bisa menjabat Plt itu setingkat pejabat madya. Jadi, itu perlu dipertanyakan," ujar Deddy Mizwar yang akrab disapa Demiz kepada wartawan, Jumat (26/1).
Demiz menjelaskan, dalam Undang-undang No 10/2016, yang bisa menjabat Plt Gubernur adalah setingkat pejabat madya. Serta, yang menunjuknya harus dari Kemendagri.
"Kenapa, ini tiba-tiba dari kepolisian ini bisa dipertanyakan. Kan di UU Nomor 10/2016 hal itu sudah tertera. Saya kira di sana jelas," katanya.
Sementara kepolisian, kata dia, adalag institusi lain bukan di bawah Kemendagri. Jadi, hal itu bisa dipertanyakan kenapa tak sesuai dengan Undang-undang. Itu harusnya sesuai undang-undang. Harus dari Kemengri atau yang punya kesetaraan dengan tingkat madya.
"Kalau sekarang tiba-tiba dari polisi dan yang belum memadai setingkat madya tadi, itu seperti apa," katanya.
Apalagi, kata dia, yang menjabat dari institusi lain yang bukan Kemendagri. "Jangan-jangan ada Undang-Undang lainnya. Saya kira enggak ada," tegasnya.
Karena, kata dia, yang terbaru adalah Undang-undang No 10/2016 . "Siapa pun bisa bertanya kenapa mengambil langkah tersebut. Termasuk wartawan," katanya.
Saat ditanya apakah hal ini berkaitan dengan Pilkada, Demiz mengatakan, ia berpendapat kebijakan tersebut seolah-olah mengenyampingkan Undang-undang. Namun, ada ketergantungan dengan Pilkada atau tidak harus dipastikan.
"Yang harus dipertanyakan, bagamina kopetensinya mengelola daerah? Selain itu melanggar Undang-undang. Serta sejauh mana mentolerir itu? Kalau tak bisa tolak saja," kata Demiz.