REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat mengatakan pihaknya akan membawa rencana perundingan damai dengan Israel yang ditawarkan Amerika Serikat (AS) ke Mahkamah Internasional. Hal ini karena dalam skema perundingan tersebut, Yerusalem akan sepenuhnya menjadi milik Israel.
"Kami berusaha mendapatkan dukungan Mahkamah Internasional bahwa rencana (perundingan) ini bertentangan dengan resolusi legitimasi internasional yang menyatakan Yerusalem Timur sebagai wilayah yang diduduki," ujar Erekat dilaporkan laman Anadolu Agency, Senin (29/1).
Menurut Erekat, pemimpin Palestina bekerja berdasarkan rencana terpadu untuk merespons keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Kendati demikian, ia belum mengungkapka kapan akan mengajukan rencana perundingan yang ditawarkan AS ke Mahkamah Internasional.
Setelah AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017 lalu, muncul istilah "Deal of the Century". Istilah ini mengacu pada rencana AS untuk kembali menyelesaikan perselisihan abadi antara Palestina dan Israel.
Dalam kerangka perundingan tersebut, AS menyusun bahwa seluruh wilayah Yerusalem dan blok-blok permukiman Yahudi di kota tersebut menjadi milik Israel. Imbalan dari hal ini adalah terbentuknya negara Palestina yang didemiliterisasi.
Rencana perundingan tersebut juga menyerukan wilayah Abu Dis di Tepi Barat, yang berbatasan dengan Yerusalem, pada akhirnya dapat berfungsi sebagai ibu kota negara Palestina. Selain itu, rencana yang diusulkan AS menyerukan agar Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi.