REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Penyidik KPK melanjutkan pemeriksaan terhadap anggota DPRD Sumatra Utara (Sumut) periode 2009-2014 di Medan, Rabu (31/1). Mereka merupakan bagian dari 46 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 yang diperiksa terkait kasus suap dari mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho.
Salah satu yang tampak hadir hari ini adalah Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Sumut periode 2009-2014, Hidayatullah. Kehadiran Hidayatullah dengan menggunakan sepada motor sempat mengundang perhatian awak media yang menunggu.
Menurut jadwal, Hidayatullah seharusnya diperiksa pada Sabtu (3/2) mendatang. Namun, pemanggilan tersebut dipercepat menjadi hari ini. "Iya dipercepat dari jadwal karena permintaan KPK," kata dia usai pemeriksaan di Mako Brimob Polda Sumut.
Hidayatullah menyebut, ada lebih dari lima pertanyaan yang diajukan penyidik KPK terkait kasus suap tersebut. Salah satu fokus pertanyaan, yakni terkait pengesahan APBD Sumut yang menjadi penyebab adanya suap itu.
"Tadi ditanya terkait pengesahan APBD, sama seperti yang lalu. Saya tidak ada menerima uang. Saya sudah lima kali diperiksa soal itu semua, soal interpelasi juga," ujar dia.
Pemeriksaan para anggota DPRD Sumut ini merupakan yang ketiga kalinya dilakukan KPK. Pada pemeriksaan pertama 2015 lalu, KPK menahan ketua DPRD Sumut periode tersebut Ajib Shah (Golkar), mantan ketua DPRD Sumut Saleh Bangun (Demokrat), serta mantan wakil ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga (Golkar) dan Sigit Pramono Asri (PKS).
Pemeriksaan gelombang kedua tahun 2016 juga berakhir dengan penahanan terhadap tujuh anggota DPRD Sumut periode tersebut. Ketujuhnya, yakni M Affan (PDI Perjuangan), Bustami (PPP), Zulkifli Husein (PAN), Parluhutan Siregar (PAN), Zulkifli Effendi Siregar (Hanura), Budiman Nadapdap (PDI Perjuangan), dan Guntur Manurung (Demokrat).
Ke-12 orang ini telah divonis dan dijatuhi hukuman berbeda, mulai dari empat tahun hingga empat tahun delapan bulan penjara. Mereka dinyatakan bersalah menerima suap terkait pengurusan enam item.
Keenamnya, yaitu persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut TA 2012, persetujuan perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, pengesahan APBD Sumut TA 2014, pengesahan APBD Sumut TA 2015, persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut TA 2014, dan penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Provinsi Sumut pada 2015.
Selain mereka, dalam perkara ini, Gatot Pujo Nugroho juga telah divonis empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Dia terbukti bersalah memberikan suap dengan total Rp 61,8 miliar saat menjabat gubernur Sumut.