REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Kementerian Agama terkait pemotongan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar 2,5 persen untuk zakat, dinilai tidak tepat sasaran. Ketua Pengusaha Indonesia Muda, Sam Aliano mengatakan, kebijakan tersebut lebih cocok dibebankan ke pengusaha berpenghasilan tinggi.
"Saran saya daripada potong 2,5 persen uang zakat dari PNS yang gaji terbatas, sebaiknya dari pengusaha yang penghasilan tingi. Saya sebagai pengusaha, siap dipotong 2,5 persen oleh pemerintah," ujar Sam dalam siaran tertulisnya, Kamis (8/2).
Kendati demikian, Sam tidak ingin memberikan penghasilannya sebanyak 2,5 persen secara cuma-cuma. Potongan tersebut, lanjutnya, harus ada transparansi dari pihak pemerintah.
"Dengan syarat, pemerintah harus jelaskan uang itu akan dikemanakan?" ucapnya.
Sam tidak ingin nantinya, uang hasil potongan tersebut justru jadi lahan korupsi baru bagi oknum yang tidak bertanggungjawab. Dirinya mencontohkan kasus dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp 35 triliun. Dalam hal ini, dugaan korupsi yang melibatkan mantan pemilik PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendarto.
"Apakah uang penghasilan zakat dari PNS dengan total Rp 15 Triliun akan jadi uang curian? Jangan nantinya dicuri seperti kasus Honggo Wendarto yang kabur ke negara lain dan belum tertangkap. Tersangka korupsi yang mencuri uang negara terbesar di Indonesia, hingga 15 kali lebih besar dari kasus e-KTP," katanya.
Seperti diketahui, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan, zakat yang ditunaikan oleh umat Islam bisa menjadi pengurang bagi penghasilan kotor dan bisa mengurangi Penghasilan Kena Pajak (PKP).
Ketentuan ini sebetulnya sudah tercantum di dalam Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pasal 22 beleid tersebut menyebut, zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) dikurangkan dari PKP. Kemudian, pasal berikutnya melansir bahwa bukti setoran zakat bisa digunakan untuk pengurang PKP.