REPUBLIKA.CO.ID, REMBANG -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan, semua bank pemerintah siap melakukan restrukturisasi utang nelayan. Terutama, kata Susi, nelayan cantrang yang berniat mengganti alat tangkap ikan yang ramah lingkungan.
"Jika memang ada nelayan mengalami kredit macet, nantinya kami akan memfasilitasinya agar mendapatkan program restrukturisasi sepanjang satu hingga dua tahun," ujarnya saat memantau pelaksanaan verifikasi dan validasi kapal cantrang di Kantor Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) TPI Tasik Agung, Kabupaten Rembang, Selasa (13/2).
Ia mencatat, program tersebut tidak hanya dilayani oleh bank BUMN, melainkan bank milik pemerintah daerah, seperti Bank Jateng juga siap membantu. Apabila disetujui lembaga perbankan, kata dia, nantinya nelayan tersebut cukup membayar bunganya saja, sedangkan pokok utangnya sementara mengalami penundaan pembayaran.
Jika penundaan pembayaran pokok pinjamannya selama dua tahun, kata dia, setelah lewat dua tahun, maka harus segera dibayar karena program tersebut hanya penundaan pembayaran pokok pinjaman. Selama mendapatkan bantuan program restrukturisasi, kata dia, nelayan tentunya bisa mempersiapkan diri untuk berganti alat tangkap, karena selama jeda waktu tersebut masih bisa melaut.
"Kalaupun hendak meminjam pinjaman kembali, tentunya harus mempertimbangkan nilai agunan yang dimiliki. Jika tidak mencukupi, tentunya harus menggunakan agunan yang lain," ujarnya.
Ia menegaskan, bantuan yang diberikan kepada nelayan yang mengalami kredit macet, hanya untuk nelayan yang benar-benar bersedia mengganti alat tangkap ikan dari cantrang ke alat tangkap ikan yang lebih ramah lingkungan.
Yuli, salah satu pemilik kapal cantrang mengakui, pernah mengajukan pinjaman dengan agunan kapal kayu miliknya, namun oleh perbankan BUMN ditolak. Permasalahan tersebut, lanjut dia, sudah disampaikan kepada Menteri Susi Pudjiastuti, termasuk mahalnya pajak yang harus dibayarkan.
Ia berharap, mendapatkan bantuan dari pemerintah, terlebih untuk mengganti alat tangkap ikan juga membutuhkan dana hingga miliaran rupiah. Selain mahalnya pajak yang harus ditanggung, kata dia, biaya operasionalnya selama ini juga cukup mahal, karena setiap tahun harus melakukan perbaikan kapal yang menghabiskan dana hingga Rp50-an juta.