REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sejumlah warga Indonesia di Melbourne merasa sudah menjadi 'korban penipuan' dari kelompok yang menawarkan bisnis bernama Talk Fusion.
ABC telah berbicara dengan beberapa orang yang merasa jadi korban dan telah melaporkan pengalamannya kepada Kepolisian Melbourne juga Scamwatch, situs milik Komisi Perlindungan Konsumen Australia (ACCC). Kepolisian dan Scamwatch mengatakan akan menindaklanjuti laporan.
Tetapi Martin Carter, warga Indonesia yang sedang berada di Melbourne dan mewakili Talk Fusion membantah beberapa tuduhan yang disampaikan. Mereka yang mengaku korban mengatakan sebenarnya tidak mengerti betul mengenai produk bisnis yang ditawarkan oleh Talk Fusion. Mereka mendaftar menjadi anggota karena merasa tertekan dengan orang-orang yang menawarkan produknya kepada mereka.
Salah seorang diantaranya adalah Angelina yang baru mengalaminya minggu lalu.
"Saat itu saya diajak makan siang, tapi karena sibuk, saya mengatakan hanya bisa sebentar bertemu di sebuah kafe dekat kantor. Ternyata teman saya membawa temannya yang berasal dari Jakarta dan mengaku seorang aktor," ungkap Angelina kepada ABC Australia di Melbourne
Ia mengaku jika saat itu ia sedang buru-buru bahkan tidak membawa ponsel dan dompetnya. "Teman saya awalnya menceritakan masalah pribadinya, kemudian temannya dia menawarkan produk Talk Fusion, saya tidak tahu mengapa tiba-tiba menyetujuinya."
Angelina mengaku telah memberikan uang sebesar 2.800 dolar AS [sekitar Rp 28 juta] yang diberikannya tunai dan sekitar 2.500 dolar AS [sekitar Rp 25 juta] dengan kartu kreditnya.
"Temannya teman saya itu meminta saya memasukkan anggota keluarga yang lain untuk bergabung. Mereka juga meminta saya menuliskan nama-nama teman saya dan anehnya saya menurut saja," katanya.
Mendapat tekanan secara psikologis
Lainnya halnya dengan Angelina yang mengaku merasa terhipnotis, Ayu, bukan nama aslinya, merasa jika dirinya ditekan secara psikologis oleh orang-orang yang berbicara kepadanya. Ayu pertama kali diajak ke sebuah acara yang awalnya diberitahu sebagai kegiatan keberagaman budaya, pada Januari 2018.
"Ternyata setelah saya datang, acaranya bukan hanya makan-makan tapi terlihat beberapa orang sedang sibuk berbicara dengan membawa laptop," ujarnya.
Ayu mengatakan ia sudah menolak bergabung dan memilih bertanya pada suaminya terlebih dahulu. Tapi Ayu merasa Talk Fusion terus merayunya dengan mengatakan ia tidak akan mendapatkan penawaran yang sama jika bergabung di hari lain.
Sama seperti Angelina, Ayu pun kemudian membayar sekitar 5.000 dolar AS atau lebih dari Rp 50 juta untuk produk yang menurutnya tidaklah jelas. "Setelah saya membayar keanggotaan untuk satu orang, mereka meminta saya mendaftarkan anggota keluarga lain. Saya katakan tidak mau, tetapi mereka terus berkata 'ayolah-ayolah', hingga saya merasa tertekan ingin segera keluar dari situ," katanya.
Warga Indonesia di Melbourne lainnya yang juga merasa telah menjadi korban adalah Manik, yang juga memilih nama aslinya tidak disebutkan. "Sepertinya modusnya sama, mereka mengajak orang-orang ke sebuah acara, eh tahunya mereka malah menawarkan produk. Disitulah kami merasa tertipu," ujar Manik yang mengaku telah membayar15 ribu dolar AS atau lebih dari Rp 150 juta dalam sekali transaksi.
Angel, Ayu, dan Manik sama-sama mengatakan jika pria yang menjelaskan soal produk Talk Fusion kepada mereka bernama Martin Carter, yang belakangan mengaku sedang berlibur di Australia. "Ia sangat pintar dalam berbicara dan merayu, saya terbuai dengan kata-katanya meski sebenarnya tidak terlalu jelas apa produk yang ditawarkannya," kata Manik.
Manik mengatakan Martin banyak menceritakan bagaimana kesulitan hidup yang pernah ia lalui, termasuk melunasi utang-utangnya. "Sama seperti berbicara kepada saya, mereka tidak banyak terlalu menjelaskan produknya, tetapi topiknya berganti-ganti dari masalah pribadi ke masalah lain," kata Angelina.
ABC juga mendengar dari sumber lain yang pernah datang ke presentasi Talk Fusion. Ia mengatakan diundang datang dengan mengatasnamakan acara lain, namun ia tidak bergabung karena merasa bisnis yang ditawarkan bermotif penipuan.
Mereka yang sudah menjadi anggota sudah kehilangan uang berkisar antara 2.500 dolar ASsampai sekitar 15.000 dolar AS per orang, senilai dengan Rp 25 juta hingga 150 juta.
Selain karena merasa dijebak dengan cara menawarkan produknya, mereka juga mengatakan kepada ABC jika tidak pernah tahu atau tidak pernah dijelaskan jika harus mencari anggota baru. Mereka pun tidak diberitahu jika ini bukanlah bentuk investasi.
"Kami diiming-imingi bahwa ini adalah passive income, tidak usah bekerja tetapi akan mendapatkan uang," kata salah seorang yang merasa tertipu.
Senin (26/2) wartawan ABC menghubungi Martin Carter warga asal Indonesia yang mengatakan sudah tinggal di Melbourne sejak 2004 dan sekarang menjadi leader Talk Fusion di Australia. Martin Carter dalam penjelasan lewat pembicaraan telepon membantah apa yang dijualnya merupakan produk tidak benar. Ia juga merasa tidak melakukan penipuan.
"Saya tidak menipu, saya memberikan penjelasan bisnis ini dengan saksi-saksi, jadi di depan banyak orang."
"Mereka merasa tertipu karena belum menghasilkan, karena mereka tidak mau mengundang orang, mereka tidak mau bekerja, tidak mau datang ke pertemuan, tidak mau belajar, tidak mau masuk ke dalam sistem," kata Martin.
Oleh karena itu, menurut Martin, tidak adil untuk kemudian menyalahkan perusahaan Talk Fusion sebagai penyedia bisnis tersebut. Menurut Martin, Talk Fusion bukanlah perusahaan investasi, namun sebuah perusahaan yang bergerak dalam sistem Multi Level Marketing (MLM), dengan produk yang dijual adalah video chat, dengan sistem keanggotaan, dimana untuk bisa mendapatkan bonus anggota harus bekerja mencari anggota baru.
Mengenai tuduhan adanya pemaksaan, dan 'menjebak' dengan berpura-pura diundang ke acara untuk makan-makan atau yang lain, namun sebenarnya ketika datang yang dibicarakan adalah soal bisnis Talk Fusion, ia mengatakan, "saya setiap kali presentasi membantu tim saya dilakukan dengan banyak orang lainnya."
Talk Fusion ini pada awalnya berasal dari Amerika Serikat, dan didirikan di 2007 dan sekarang sudah menyebar ke 140 negara, seperti yang ditulis di situs perusahaan tersebut. Perusahaan ini juga beroperasi di Indonesia dan sejumlah media di Indonesia telah melaporkan jika banyak warga yang juga merasa ditipu dan menjadi korban.
Martin mengatakan dia sekarang menjual bisnis tersebut di Australia karena melihat bahwa peluangnya masih cukup besar. "Saya melihat pasar di Australia belum besar, sehingga saya ingin membesarkan Talk Fusion ini untuk sama seperti di Indonesia." katanya lagi.
Ia kemudian mengatakan pihaknya tidak memaksa orang lain untuk menjadi anggota.
"Kalau kita memaksa yang terjadi adalah kita mengambil kartu kredit dari kantong mereka. Kalau mereka yang mengeluarkan kartu kredit dari kantong mereka sendiri, atau juga menyerahkan data-data diri kepada kita itu bukan paksaan namanya," tambah Martin.
Martin Carter mengatakan bisnis Talk Fusion ini adalah sistem MLM, dimana untuk bisa menghasilkan pendapatan, maka anggota harus mencari anggota baru yang mau membeli produk yang ditawarkan.
"Dalam presentasi saya, saya mengatakan setiap anggota harus mau mencari dua anggota baru dalam setahun. Kalau anda tidak bisa melakukan hal tersebut, maka jangan ikut bergabung."
"Ini bukan investasi, tapi kita harus bekerja keras, kerjanya adalah mencari anggota baru," kata Martin.