REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan orang-orang Tatar di Semenanjung Krimea memiliki sejarah yang panjang. Menurut catatan, nenek moyang mereka berasal rumpun bangsa Turki yang mulai mendiami tanah tersebut sejak abad ke-13. “Hingga pertengahan abad ke-19, orang-orang Tatar membentuk kelompok etnis mayoritas di Krimea,” tulis A Illarionov dalam karyanya, The Ethnic Composition of Krimea During Three Centuries.
Masyarakat Tatar Krimea muncul sebagai bangsa tersendiri sejak didirikannya Kekhanan Krimea, yakni sebuah negara yang berada di bawah kendali Kesultanan Ottoman dari abad ke-15 sampai abad ke-18. Agama Islam sendiri sudah dipeluk oleh orang-orang Tatar Krimea sejak abad ke-14, jauh sebelum Kesultanan Ottoman menancapkan pengaruhnya di semenanjung itu.
Pada 1783, Kekaisaran Rusia di bawah perintah Ratu Catherine Agung menganeksasi Krimea untuk pertama kalinya dan kemudian menjadikannya sebagai Provinsi Taurida. Sejak itu, Krimea praktis menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia hingga meletusnya Revolusi Bolshevik pada 1918.
Pada 1944, ketika Rusia menjadi bagian dari Uni Soviet, Joseph Stalin mendeportasi orang-orang Tatar Krimea secara massal ke Asia Tengah dan Siberia, karena diduga bekerja sama dengan pemerintah Nazi Jerman.
Tercatat ada sekitar 190 ribu warga Tatar yang dideportasi pada masa itu. Mereka hidup dalam pengasingan selama bertahun-tahun, bahkan ada pula yang sampai meninggal tempat pembuangan.
Orang-orang Tatar yang dideprotasi Stalin mulai kembali ke Krimea secara bertahap sejak awal dekade 1990-an lalu, menyusul runtuhnya Uni Soviet. Kendati demikian, mereka kini hidup sebagai kelompok minoritas di Tanah Air mereka sendiri, tergeser posisinya oleh keberadaan etnis Rusia yang mulai mendominasi wilayah itu sejak Perang Dunia II.
Menurut sensus nasional Ukraina 2001, Krimea menjadi rumah bagi 243 ribu orang Tatar. Secara persentase, jumlah mereka hanya sekira 12,1 persen dari total dua juta penduduk yang mendiami kawasan tersebut hari ini.