REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah Alwi Shihab mengatakan, larangan penggunaan cadar di kampus Islam jangan dianggap sebagai bentuk penolakan terhadap agama Islam.
"Saya kira tidak usah dipermasalahkan, seakan-akan (larangan) ini anti-Islam. Islam itu luas kok, yang (hijab biasa) begini bagus, pakai kerudung model Bu Nuriyah (Wahid) juga bagus," kata Alwi di Istana Wakil Presiden Jakarta, Jumat (9/3).
Alwi menjelaskan Islam sesungguhnya adalah agama yang mengajarkan umatnya berpakaian sopan. Namun, pengertian batasan pakaian sopan dan Islami tersebut ditafsirkan berbeda-beda oleh sejumlah orang. Cara berpakaian tersebut juga menjadi berbeda jika diterapkan di negara Eropa dan Amerika. Di sana, perempuan yang memakai cadar akan menjadi pusat perhatian karena dianggap mencurigakan.
"Jadi, semuanya itu kita lihat kemaslahatannya, Islam itu agama yang memperhatikan kemaslahatan. Maslahat universitas (UIN Yogyakarta) mungkin tidak tecermin kalau itu dibiarkan. Tapi kalau maslahat pribadi, ya silakan. Kita juga harus toleran dalam menerima perbedaan pendapat," katanya.
MUI: Radikalisme tidak Diukur dari Aksesori Seperti Cadar
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mengeluarkan surat larangan bagi mahasiswinya menggunakan cadar di lingkungan kampus. Larangan tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan mencegah perluasan paham Islam radikal di lingkungan kampus.
Pusat Studi Hukum Islam (PSHI) Universitas Indonesia menilai larangan yang dikeluarkan UIN Yogyakarta tersebut kurang tepat karena UIN tidak menerapkan pemisahan kampus antara laki-laki dan perempuan.
"Sayangnya, kondisi kampus UIN masih menggabungkan laki-laki dan perempuan dalam proses belajar-mengajar. Maka, pada konteks inilah kebijakan Rektor UIN Sunan Kalijaga menjadi kurang tepat," kata peneliti PSHI UI Ahmad Sadzali.