REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menegaskan penggunaan istilah Muslim Cyber Army (MCA) bukan berasal dari bahasa Polri. Menurutnya, istilah MCA tersebut merupakan penamaan dari kelompok tersebut.
Hal itu disampaikan Tito untuk menjawab pertanyaan sejumlah anggota Komisi III DPR yang menyoroti penggunaan istilah MCA kepada pelaku tindak pidana penyebar hoaks oleh kepolisian. Baca: Komisi III Cecar Kapolri Soal Kata Muslim dalam Kasus MCA.
"Ini istilah dari investigasi. Kelompok ini menyebut diri mereka seperti itu. Jadi bukan bahasa dari Polri," kata Tito saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu (14/3).
Tito juga mengakui istilah MCA yang dipakai oleh kelompok penyebar hoaks tersebut mendapat kritikan sejunlah pihak. Serta menimbulkan ketidaknyamanan dari mayoritas muslim.
Penggunaan istilah itu oleh kelompok tersebut tak lain hanyalah untuk menarik perhatian masyarakat. "Bagi kami dan muslim memang tidak nyaman. Sesuai ajaran Islam menyebar hoaks tidak sesuai Islam. Apa mau dikata, kata itu dipakai untuk menarik perhatian," kata Tito.
Menurut Tito, tidak ada yang salah dalam penyampaian istilah MCA tersebut lantaran Polri hanya menyampaikan fakta dari istilah tersebut. Karena itu, Polri kata dia, juga tidak bisa mengganti istilah tersebut.
"Kalau polisi ganti nama justru itu rekayasa. Tidak boleh," kata Tito.
Infografis MCA
Karenanya untuk lebih netral, maka penggunaan istilah tersebut tidak perlu dijabarkan. "Maka lebih netral kami gunakan singkatan MCA itu akan lebih soft, membuat publik nyaman, jadi sebetulnya kita ini tersinggung kepada mereka yang membajak nama-nama ini dalam rangka kepentingan kelompok mereka agar lebih soft arahan saya gunakan singkatannya saja," kata Tito.
Salah satu anggota DPR menyoroti penggunaan bahasa yang digunakan Polri terkait kasus tindak pidana menyebar hoaks kelompok yang mengatasnamakan Muslim Cyber Army (MCA, adalah anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Almuzamil Yusuf.
"Dalam konteks tindakan pidana hoaks atau yg dilakukan kelompok tertentu yang mengunakan agama tertentu lebih arif dan lebih bijak, tidak menggunakan agama tertentu," ujar Almuzamil dalam rapat kerja Komisi III dengan Kapolri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu (14/3).
Karenanya ia meminta agar ke depannya, Polri tidak perlu menyebutkan agama tertentu berkaitan kasus yang dilakukan oleh kelompok tertentu. "Karena seluruh umat agama tertentu pasti tersinggung padahal tidak ada agama yang mengajarkan itu," kata Muzamil.