REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) membatasi biaya top up atau isi ulang uang elektronik. Pembatasan ini dilakukan untuk melindungi konsumen.
Deputi Gubernur BI Sugeng menjelaskan, Peraturan Anggota Dewan Gubernur No 19/10/PADG/2017 tanggal 20 September 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional/National Payment Gateway (PADG GPN) mengamanatkan untuk mengurangi biaya transaksi yang dikenakan kepada masyarakat serta meningkatkan efisiensi. Sebelumnya, Sugeng mengatakan, rentang biaya isi ulang yang dikenakan sangat bervariasi. Ada yang mengenakan biaya Rp 1.000 hingga Rp 6.500.
"Biaya tersebut tentu akan membebani masyarakat dan tidak efisien. Dengan ketentuan PADG GPN, ditetapkan batas atas untuk keseragaman," kata Sugeng, Kamis (15/3).
Selain itu, PADG GPN memungkinkan top up uang elektronik bisa gratis apabila isi ulang maksimal Rp 200 ribu melalui kanal penerbit kartu (top up on us). Apabila nominal pengisian melebihi Rp 200 ribu, dikenakan biaya maksimal Rp 750. Sementara itu, pengisian ulang top up off us dapat dikenakan biaya maksimal sebesar Rp 1.500.
BI saat ini telah memasuki tahap finalisasi revisi peraturan BI tentang uang elektronik yang akan menjadi payung besar aturan mengenai skema harga yang terinci dalam PADG GPN. Dalam penyusunannya, terutama terkait biaya top up, Sugeng mengatakan, aturan top up uang elektronik dibuat dengan mempertimbangkan beberapa aspek. "Yaitu efisiensi, perlindungan konsumen, dan persaingan usaha yang sehat," katanya.
Biaya isi ulang akan digunakan untuk membangun sarana dan prasarana yang dapat meningkatkan kenyamanan konsumen dalam melakukan transaksi uang elektronik. Sugeng mengatakan, penerbit juga memiliki tanggung jawab untuk memperluas sarana dan prasarana. "Sehingga, masyarakat semakin mudah melakukan top up di berbagai lokasi dan bermacam-macam kanal," ujarnya.
Sugeng menambahkan, kenyamanan masyarakat akan berdampak pada meningkatnya jumlah transaksi nontunai yang sejalan dengan program Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) milik pemerintah. Pengamat perbankan Paul Sutaryono menyambut baik kebijakan ini. Menurut dia, setiap aturan harus memprioritaskan kepentingan dan perlindungan konsumen.
Dia berjarap BI juga mengedukasi masyarakat mengenai berbagai aturan baru di uang elektronik nanti, termasuk mengenai pentingnya pengenaan biaya top up agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Paul mengatakan, edukasi tersebut harus dijalankan melalui berbagai media. "Edukasi dan sosialisasi harus dilakukan, antara lain, melalui koran, TV, media sosial, dan talk show," ujar Paul.