Senin 19 Mar 2018 20:05 WIB

Lima Sikap MUI Papua Terkait Tuntutan Gereja

Penyelesaian masalah menara Masjid Al Aqsha dilakukan dengan dialog dan damai.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Muslimah Papua tengah melaksanakan shalat berjamaah di Islamic Center Al Aqsa, Walesi, Jayawijaya, Papua.
Foto: ROL/Agung Sasongko
Muslimah Papua tengah melaksanakan shalat berjamaah di Islamic Center Al Aqsa, Walesi, Jayawijaya, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Daerah (Pemda) Jayapura menfasilitasi pertemuan antara Persekutuan Gereja Gereja Jayapura (PGGJ) dengan beberapa ormas Islam di Papua, Senin siang (19/3). Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua, KH Saiful Islam Payage mengatakan dalam pertemuan tersebut menghasilkan lima sikap yang dirumuskan Dewan Pimpinan MUI Provinsi Papua bersama para pimpinan ormas Islam se-Papua.

"Pertemuan itu yang pertama kita menyampaikan lima sikap itu adalah aspirasi umat Islam dari Papua, khsususnya di Jayapura," ujar Payage saat dihubungi Republika.co.id, Senin (19/3).

Berikut lima sikap MUI Papua terkait dengan tuntutan PGGJ agar pembangunan Masjid Agung Al-Aqsha Sentani dihentikan. Pertama, penyelesaian masalah menara masjid Agung Al-Aqsha Sentani dilakukan dengan dialog dan cara-cara damai.

Kedua, merespons aspirasi dari PGGJ Kabupaten Jayapura, umat Islam bersepakat pembangunan menara masjid Agung Al Aqsha senantiasa memperhatikan asa hukum positif, adat dan norma agama yang berlaku.

Ketiga, terkait dengan delapan poin surat pernyataan PGGJ pada 15 Maret 2018, umat Islam sangat menyesalkan pernyataan tersebut karena dapat meresahkan dan mengganggu kerukunan secara nasional dan bagi kami tetap berkomitmen untuk membangun komunikasi hubungan lintas agama.

Keempat, umat Islam meminta forum komunikasi pimpinan daerah provinsi dan kabupaten/kota se-Papua dapat lebih cepat mengantisipasi potensi gangguan yang terkait hubungan antar umat beragama. Kelima, umat Islam di Tanah Papua akan tetap berkomitmen menjaga wilayah Kabupaten Jayapura sebagai zona integritas kerukunan yang telah dicanangkan pada 2016 dan Papua Tanah Damai pada 2002.

"Demikian sikap pernyataan ini disampaikan agar menjadi perhatian semua pihak untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama di Papua pada umumnya, khususnya di Jayapura," kata Payage.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement