Selasa 20 Mar 2018 15:52 WIB

Merial Institute: Partisipasi Keagamaan Pemuda Terus Menurun

Butuh intervensi pemerintah untuk meningkatkan partisipasi pemuda.

Diskusi Merial Institute.
Diskusi Merial Institute.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Merial Institute menilai hadirnya Perpres 66/2017, yang salah satunya mengamanatkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Kepemudaan, perlu memuat upaya sistematis dan terintegrasi dalam peningkatan partisipasi keagamaan pemuda. 

Peneliti Merial Institute, Nisa Basti mengatakan kebijakan di sektor kepemudan harus didasarkan kepada prinsip evidence based policy, yaitu penyusunan kebijakan dan program pemerintah berdasarkan kebutuhan riil di lapangan. Selama ini menurutnya, sering terjadi perbedaan antara program pemerintah dengan kebutuhan di lapangan.

Sehingga, kata dia, pemerintah dan stakeholder cenderung jalan masing-masing karena perbedaan cara pandang dan pencapaian. "Akibatnya, capaian atas kebijakan yang dilakukan pemerintah menjadi tidak terukur dan tidak bisa dievaluasi," kata Nisa dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Selasa (20/3).

Nisa mengatakan, dalam hal peningkatan partisipasi pemuda dalam kegiatan keagamaan, pemerintah bisa mulai mengimplementasikan amanat Perpres 66/2017 tentang koordinasi lintas strategis antar kementerian/lembaga negara. Misalnya jika pemerintah menetapkan target peningkatan 1% per tahun, artinya sasaran kebijakan tersebut jelas yaitu terjadi peningkatan partisipasi sekitar 620 ribu pemuda lebih aktif di rumah ibadah. "Baik di masjid, gereja, vihara atau rumah-rumah ibadah lainnya," katanya.

Untuk tercapainya indikator ini, menurut Nisa, pemerintah melalui koordinasi lintas strategis, bisa membagi program tersebut di berbagai kementerian/lembaga. Semua stakeholder dapat bekerja untuk mencapai target yang sama yang telah ditetapkan di awal.

Nisa juga mengusulkan, pemerintah di antaranya dapat menjadikan rumah-rumah ibadah yang telah terbangun selama ini sebagai youth centre, atau pusat kegiatan pemuda. Tidak perlu lagi membangun pusat kegiatan baru.

Sehingga, lanjut dia, selain menjadi sarana ibadah keagamaan, rumah-rumah ibadah juga dapat menjadi sarana pertumbuhan dan pembelajaran masyarakat di sisi ekonomi dan sosial budaya agar ke depannya semakin baik.

Dalam diskusi “Implementasi Perpres 66/2017 yang digelar Merial Institute, Sabtu (10/3) terungkap, walaupun kegiatan keagamaan di pubik terlihat semakin semarak, namun merujuk data yang dikeluarkan Biro Pusat Statistik, dalam sepuluh tahun terakhir menunjukkan tren penurunan.

Dalam laporan BPS tahun 2009, partisipasi pemuda dalam kegiatan keagamaan menunjukkan angka 67,18%. Angka ini turun drastis ke angka 55,13% di tahun 2012.

Selanjutnya dalam laporan hasil Susenas BPS 2015, angkanya terus menurun tajam hingga mencapai mencapai 51,72%. Jika diturunkan lagi, data ini menunjukkan indeks di wilayah perdesaan mencapai 58,84%, sedangkan di perkotaan hanya mencapai 45,30%.

Pada kesempatan tersebut Asisten Deputi Peningkatan Iptek dan Imtak Pemuda Kemenpora, Esa Sukmawijaya, mengatakan, pihaknya khawatir adalah jika tren ini berlanjut maka indeks tersebut dapat menyentuh angka di bawah 10% pada tahun 2025. Dia mengakui, Kemenpora menaruh perhatian sesrius terhadap tren penurunan ini.

Diketahui dalam laporan BPS, indeks partisipasi kegiatan keagamaan pemuda diukur dengan tiga indikator: keaktifan kegiatan pengajian atau persekutuan doa, ceramah keagamaan, dan perayaan hari besar keagamaan. Ketiganya diukur berdasar kegiatan keagamaan pemuda di rumah ibadah maupun di non-rumah ibadah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement