Ahad 01 Apr 2018 04:59 WIB

Gus Solah: Tidak Selamanya Politisasi Agama Negatif

Gus Solah menilai politisasi agama tidak selamanya bersifat negatif

Rep: Andrian Saputra/ Red: Bayu Hermawan
Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Solahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Solahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO --- Tokoh Nahdlatul Ulama, Salahuddin Wahid atau akrab disapa Gus Solah menilai politisasi agama tak selamanya bersifat negatif. Menurutnya politisasi agama saat ini ditangkap negatif karena bersifat kepentingan kelompok dan kekuasaan, bukan untuk kepentingan bangsa dan negara.

"Kita harus betul-betul memahami bahwa tak selamamya politisasi agama itu negatif. Bahwa memang terakhir kni kita menangkap politisasi ahama negatif karena bersifat kepentingan kelompok, kepentingan kekuasaan bukan kepentingan negara. Itu yang harus kita bahas, kita rumuskan, kita rinci mana yang positif dan mana yang negatif," ujar Gus Solah dalam Seminar Nasional Perspektif Hadratussyaikh Kiyai Haji Hasyim Asyari dan Kiyai Haji Ahmad Dahlan di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Sabtu (31/3).

Menurut Gus Solah dalam sejarah perjalanan Indonesia, Islam telah menjadi wacana polotik dalam persidangan BPUPKI 1945. Dimana kelompok Islam menginginkan negara berdasar Islam termasuk NU dan Muhammadiyah. Meski kemudian menerima Pancasila sebagai dasar negara.

Menurutnya Politisasi agama terlihat dan berhasil mempunyai dampak positif pada Resolusi Jihad yakni pada 22 Oktober 1945. Di mana resolusi jihad mendorong pemuda muslim Indonesia untuk berjihad membela tanah air dalam melawam penjajah.

Selain itu menurutnya didirikannya Departemen Pendidikan Agama pada 1946, terjadinya politisasi pendidikan Islam dan Islami Pendidikan Islam dibIndonesia dengan menjadikan pendidikan Islam menjadi bagian sistem pendidikan Nasional pada 1990an, merupalan politisasi agama positif. Tak hanya itu, kata dia, dengan dibuatnya Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Peradilan Agama merupakan bentuk dari politisasi agama positif.

"Bayangkan kalau baru sekarang kita mendirikan Kementerian Agama, belum tentu berhasil. Kita harus betul-betul memahami tak selamanya politisasi agama itu negatif. Kita harus tahu ketika mengUndangkan Undang-Undang Perkawinan dan Undang-Undang Peradilan Agama tak semuanya menerima, ada partai yang menolak. Jadi kata nasionalis religius harus kita pahami dengan baik," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement