REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) As’ad Said Ali mengatakan Islamic Book Fair (IBF) ke-17 bisa menjadi ajang dialog bagi masyarakat yang memiliki pandangan yang berbeda sama sekali. Hal itu menjadi penting sebab sangat sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini.
“Ini kan suatu peranan dialog juga supaya orang itu membaca itu dari buku,” ujar As’ad kepada Republika.co.id, usai memberikan testimoni pada Bedah Buku Biografi KH Hasyim Muzadi di depan hadirin IBF 2018 di panggung utama JCC Senayan Jakarta Pusat, Jumat (20/4).
Ia mengatakan, masyarakat saat ini telah jarang membaca buku dan lebih memilih media sosial. Menurutnya, media sosial tak bisa dijadikan ajang argumentasi.
Oleh sebab itu, IBF bisa menjadi ajang untuk berargumentasi yang mendasar kepada literasi. “Seradikal apa pun sehingga punya argumentasi. Juga semoderat apa pun, juga punya argumentasi,” ujarnya.
Menurutnya, hal itu bisa menjadi hal yang baik bagi kondisi bangsa Indonesia saat ini. “Artinya kita bisa mengambil mana yang rasional, mana yang sesuai dengan keadaan Indonesia saat ini,” ungkapnya.
Dia pun berpesan kepada masyarakat Indonesia untuk senantiasa terus membaca buku untuk meningkatkan literasi. Dengan bekal yang cukup yang didapat dari membaca buku, maka masyarakat dapat melakukan dialog sehingga menemukan jalan untuk kepentingan bersama.
“Proses literasi itu penting, untuk memahami kepentingan bersama itu. Dengan berdialog, maka akan mendalamkan doktrin masing-masing yang berbeda menjadi sebuah kebersamaan demi kepentingan bersama,” kata As’ad.
KH As’ad Said Ali hadir dalam Bedah Buku Biografi KH Hasyim Muzadi pada IBF 2018 di JCC Senayan, Jakarta Pusat untuk memberikan testimoni terkait biografi Hasyim Muzadi. Selain dirinya, hadir pula istri Hasyim Muzadi Nyai Hj Mutamimmah, Ketua Dewan Pertimbangan MUI KH Syamsyudin, dan juga Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda.