Selasa 24 Apr 2018 20:27 WIB

Palestina Laporkan Kebijakan Rasis Israel ke PBB

Laporan Palestina menitikberatkan pelanggaran Israel di Tepi Barat dan Yerusalem.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Foto: EPA
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Palestina telah mengajukan laporan keluhan setebal 350 halaman kepada PBB tentang berbagai pelanggaran yang dilakukan Israel, termasuk kebijakan rasisnya di wilayah Palestina yang diduduki. Laporan tersebut diperkirakan memicu penyelidikan tingkat tinggi oleh komite khusus PBB.

Laporan keluhan tersebut diserahkan oleh Duta Besar Palestina untuk PBB Ibrahim Khraishi ke kantor PBB di Jenewa, Swiss. Dalam laporannya, Palestina menuding Israel mengadopsi kebijakan dan melakukan praktik-praktik yang dimaksudkan untuk menggusur serta mendepak rakyat Palestina dari tanahnya sendiri. Tujuannya adalah melanggengkan okupasi dan penjajahan atas Palestina.

Palestina menitikberatkan pelanggaran Israel yang dilakukan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Hal itu berkaitan dengan pembangunan permukiman ilegal di kedua wilayah tersebut. "(Israel) Berusaha mempertahankan mayoritas demografi Yahudi di seluruh (wilayah) sejarah Palestina," kata laporan Palestina yang diserahkan kepada PBB, dikutip laman the Guardian, Selasa (24/4).

"Tidak hanya tujuan dari rezim permukiman yang diskriminatif itu sendiri, lebih lanjut hal ini dikelola oleh sistem tindakan diskriminatif yang sangat merampas hak-hak fundamental rakyat Palestina," kata laporan tersebut.

Adapun hak-hak fundamental yang dimaksud dalam laporan itu antara lain terkait pembatasan ruang gerak, perampasan tanah, serta pembongkaran rumah milik warga Palestina. Hal-hal demikian tidak pernah dialami atau menimpa para pemukim Yahudi.

Palestina menyerahkan laporan itu kepada PBB karena mereka menganggap Israel telah melanggar UN Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination. Konvensi itu mulai berlaku pada 4 Januari 1969.

Israel diketahui telah meratifikasi konvensi tersebut pada 1979. Sedangkan Palestina, yang memperoleh status negara pengamat lima tahun lalu di Sidang Majelis Umum PBB menandatanganinya pada 2014. Pengajuan keluhan Palestina itu diyakini sebagai pengaduan antarnegara pertama berdasarkan konvensi tersebut.

Palestina menilai Israel telah melanggar Pasal 3 dalam UNConvention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination. Dalam pasal tersebut dinyatakan negara-negara pihak secara khusus mengutuk pemisahan rasial dan apartheid serta berusaha mencegah, melarang, dan mengenyahkan semua praktik sifat ini di wilayah-wilayah di bawah yurisdiksi mereka. Ringkasan keluhan setebal 350 halaman yang disusun Palestina menyimpulkan bahwa Israel telah memberlakukan kebijakan rasis di wilayah-wilayah pendudukan.

"Jelas bahwa tindakan Israel adalah bagian dari rezim yang meluas dan menindas yang dilembagakan serta sistematis, yang memberi perlakuan terpisah dan tidak adil kepada warga Palestina," demikian bunyi ringkasan laporan yang disusun Palestina.

Pelaksanaan konvensi anti-rasis dan diskriminasi PBB dipantau oleh Committee on the Elimination of Racial Discrimination. Komite itu beranggotakan 18 ahli independen yang bertugas mengecek dan menilai pengaduan yang diajukan.

Komite tersebut diperkirakan akan segera melakukan investigasi guna mengecek dan memverifikasi kebenaran laporan yang diajukan Palestina. Namun sebelumnya, Israel akan diberi waktu tiga bulan untuk memberi penjelasan secara tertulis, termasuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu guna memperbaiki situasi terkait.

Ammar Hijazi dari Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan laporan keluhan yang diajukan ke PBB tidak akan mencapai tingkat perintah pengadilan. Namun, temuan bahwa Israel telah melanggarUNConvention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination akan mewajibkan penandatangan lain ke dalam konvensi, termasuk Amerika Serikat (AS). "Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa praktik tersebut tidak dilanjutkan," katanya.

Pemerintah Isarel belum merilis pernyataan resmi merespons diajukannya laporan tentang dugaan tindakan rasis dan diskriminatif yang dilakukannya kepada Palestina. Namun, laporan terbaru yang diserahkan Israel ke Committee on the Elimination of Racial Discrimination pada 2017 menyatakan bahwa mereka mengutuk semua bentuk rasisme dan mempertahankan kebijakan yang konsisten melarang tindakan demikian.

Saat ini terdapat lebih dari 600 ribu warga Yahudi Israel yang tinggal di permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Pencaplokan lahan masih terus dilakukan Israel walaupun telah dinyatakan ilegal menurut hukum internasional. Pada Oktober 2017, Israel telah mengumumkan akan mempercepat proses pembangunan 4.000 unit rumah di Tepi Barat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement