REPUBLIKA.CO.ID, Tahukah Anda jika flora khas di lahan rawa bisa diolah menjadi pestisida nabati? Tanaman gulma, seperti Cambai Karuk, Bintaro, Kepayang/Kluwak, Galam, Jingah, Jengkol, Krinyu, Kipahit, dan Babandotan yang sering dijumpai di lahan rawa dapat diolah untuk dikembalikan ke alam.
“Selama ini, terlalu banyak zat kimia yang meracuni bumi kita dan sudah saatnya kita manfaatkan bahan nabati ke alam,” kata Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Profesor Dedi Nursyamsi.
Peneliti utama Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Ir Syaiful Asikin menyebutkan, sekitar 80 jenis hama, seperti ulat grayak, ulat jengkal, penggerek batang padi, wereng coklat, dan hama lainnya mampu diatasi oleh pestisida nabati berbahan tumbuhan rawa.
Di lahan rawa, bisa ditemukan ribuan jenis spesies tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan pupuk, pestisida, obat-obatan, penyaring alami (biofilter), kosmetik, dan sebagai tanaman pemulih alami (fitoremediasi), serta bahan makanan (buah-buahan).
Syaiful yang juga ahli hama dan penyakit tanaman menambahkan, pemanfaatan tumbuh-tumbuhan untuk pestisida sesungguhnya merupakan kearifan lokal masyarakat rawa yang sudah sejak dulu dilakukan oleh nenek moyang mereka.
“Sangat disayangkan kearifan lokal itu terkikis oleh pestisida kimia yang selain bisa menimbulkan pencemaran lingkungan dan dapat mengganggu kesehatan manusia,” ujar Syaiful.
Buktinya, kata Syaiful, zaman sekarang ini banyak sekali ‘penyakit aneh’ yang tidak bisa dilepaskan dari faktor ketidaksehatan pangan yang dikonsumsi.
Peneliti Budidaya Tanaman Balittra Ir Nurita mencoba ekstrak krinyu untuk disemprotkan ke tanaman anggrek yang terkena hama kutu putih. Ternyata, hasilnya menakjubkan. Hama kutu putih yang menyerang bunga anggrek hilang hanya selang beberapa hari setelah disemprot ekstra krinyu.
“Ekstrak krinyu ternyata efektif juga membasmi hama lainnya, misalnya penggerek dan lain-lain,” kata Nurita.
Petani dari Desa Babirik, Kecamatan Babirik, Kabupaten Huli Sungai Utara, Kalimantan Selatan Basri mengatakan, pestisida nabati efektif membasmi hama cabai. Karena itu, kata dia, petani Babirik siap untuk membudidayakan, memproduksi, dan menggunakan pestisida nabati, terutama untuk sayur-sayuran semacam cabai dan terong.
“Selain produksi cabai, kualitasnya juga sangat baik berkat penggunaan pestisida nabati,” kata Peneliti Hama Penyakit Tanaman Balittra Dr Maulia Aries.
Menurut dia, pestisida nabati banyak digunakan di pertanian organik yang mementingkan kualitas hasil harus bebas dari bahan agrokimia, terutama residu pestisida. “Kualitas hasil tinggi tentu akan memberikan harga jual tinggi pula yang akhirnya meningkatkan pendapatan petani,” ujar Maulia.
Maulia menjelaskan, penggunaan pestisida nabati ini mempunyai banyak keuntungan dan manfaat, seperti selama periode tanam hingga panen, tanaman terbebas dari serangan OPT. Namun demikian, musuh alami hama masih tetap hidup sehingga rantai makanan tidak terputus begitu saja. Selain itu, biaya produksi bisa ditekan karena pestisida dibuat dari bahan-bahan alami yang tersedia berlimpah di sekitar lahan petani.
Agar pengendalian OPT lebih efektif perlu dikembangkan formulasi insektisida nabati melalui penambahan bahan pembantu. Selain itu, teknik formulasi juga perlu dikemas secara tepat sehingga bisa melumpuhkan hama penyakit tanaman sekaligus aman untuk manusia dan lingkungan.
Selain untuk mengendalikan hama, ekstrak pestisida nabati juga berfungsi sebagai hormone tumbuh tanaman. Ini terbukti pada perlakuan pestisida nabati memperlihatkan pertumbuhan tanaman yang baik dan sehat. (Nunik Rachmadianti/Balitbangtan)