Jumat 11 May 2018 17:05 WIB

Masyarakat Diminta tak Terjebak Perilaku Hate Speech

Kampanye untuk membangun perdamaian harus dilakukan pada banyak level

Red: Fernan Rahadi
Prof Siti Musdah Mulia
Foto: BNPT
Prof Siti Musdah Mulia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ujaran kebencian atau hate speech dewasa ini semakin masif di masyarakat baik melalui media sosial ataupun media lainnya. Adanya hate speech tentunya dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat yang berujung pada perpecahan bangsa.

Masyarakat diminta untuk tidak mudah terjebak dengan perilaku hate speech  agar bangsa Indonesia ini terbebas dari perpecahan, apalagi kalau ujaran-ujaran kebencian itu ditunggangi oleh kelompok-kelompok radikal atau kelompok lain yang mengingimkan adanya perpecahan di negeri ini. Kampanye untuk membangun perdamaian dan menghindarkan masyarakat dari berbagai konflik sosial itu harus dilakukan pada banyak level.

“Pertama itu dimulai dari level keluarga. Sebagai orang tua perlu membicarakan isu perdamaian dan isu hate speech ini di rumah tangga. Karena di rumah tangga itu perlu ada komunikasi yang intens antara ibu, bapak, anak-anak dan seluruh anggota keluarga lainnya,” ujar Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Prof Dr Siti Musdah Mulia, Jumat (11/5).

Dikatakannya, sekarang ini sehari-hari kita diganggu oleh banyaknya informasi yang beredar di media sosial melalui handphone yang mana hal tersebut membuat manusia jarang melakukan komunikasi yang intens di dalam lingkungan keluarga. Hal inilah menurutnya yang perlu diperbaiki agar lingkungan rumah tidak mudah termakan hasutan ujaran kebencian yang akhirnya ikut-ikutan untuk melakukan ujaran kebencian .

“Di dalam keluarga perlu ada waktu untuk kumpul bersama. Kita ceritakan pada anak-anak kita bahwa Indonesia ini adalah sebuah negara yang didirikan dengan susah payah oleh para pendiri negara ini yaitu para The Founding Fathers dan Mothers kita yang mana mereka bersepakat mendirikan negara itu dengan mempersatukan semua agama, suku, tradisi yang mana orang berbicara dengan bahasa yang berbeda,” kata dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Pada level keluarga inilah menurutnya yang dapat menjadi  kunci untuk menanamkan kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kecintaan kepada ideologi bangsa Pancasila, Di Pancasila itu orang tua harus bisa menjelaskan mengenai bagaimana masyarakat bisa hidup dengan menekankan pentingnya sifat-sifat keilahian yang mana semua percaya kepada agamanya masing-masing,

“Kita jelaskan  pentingnya persatuan dan kemudian kampanye tentang bagaimana kita harus serius menghindarkan diri dari semua bentuk konflik mulai dari hal yang terkecil, dimulai dengan tidak mentolelir sedikit pun hate speech, semua ujaran kebencian, ujaran yang mengandung permusuhan, ujaran yang mengandung penghinaan terhadap semua yang berbeda,” ujar Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender ini.

Usai dari level keluarga, kampanye untuk membangun perdamaian juga dilakukan di lingkungan pendidikan mulai dari  PAUD hingga Perguruan Tinggi. Dimana masing-masing institusi pendidikan ini harus punya kebijakan yang kongkret .

“Kalau pihak sekolah sendiri tidak punya kebijakan kongkrit saya mempertanyakan loyalitasnya institusi pendidikan ini kepada negara itu dimana? Karena di berbagai negara yang pertama kali dibangun adalah rasa kebanggaan menjadi bangsa. Saya melihat di Finlandia itu bagaimana mereka menanamkan kebanggaan kepada anak-anak mengenai negerinya,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement