REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof Ahmad Satori Ismail menganjurkan masyarakat untuk tidak gegabah menolak jenazah terduga teroris yang melakukan rangkaian aksi kemarin. Baik insiden di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, maupun bom bunuh diri di Surabaya dan kejadian di rusunawa Sidoarjo.
Hakikatnya, umat Islam memiliki kewajiban untuk mengurus jenazah umat Islam lainnya. Ketika mereka meninggal, masyarakat sekitar harus memandikan, mengafani, menshalatkan, higga menguburkan.
"Hukumnya fardu kifayah atau wajib dilakukan, di mana jika sudah dilakukan oleh muslim lain maka kewajiban gugur. Kalau bukan umat Islam terdekatnya, siapa lagi yang mengurusi," ujar Satori ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (17/5).
Mengurusi jenazah terduga teroris ini tidak pandang bulu sebab masyarakat juga belum mengetahui latar belakang mereka. Apakah para pelaku bom bunuh diri dan insiden Mako Brimob ini benar-benar pihak yang melakukan teror atau hanya suruhan. Menurut Satori, masih banyak kemungkinan yang harus dipastikan terlebih dahulu.
Namun, tidak lantas jenazah terduga teroris dibiarkan begitu saja seraya menunggu kepastian dari pihak berwenang. Sebab, proses ini tentu akan memakan waktu yang tidak sebentar.
"Maka dari itu, saya imbau kepada umat Islam terdekat, baik itu tetangga maupun keluarga terduga teroris, untuk segera mengurus jenazah," ucap Satori.
Satori menambahkan, membiarkan jenazah umat Islam dan bahkan sampai menolaknya merupakan tindakan yang tidak santun. Keputusan ini justru tidak mencerminkan sikap seorang Muslim yang sudah sewajibnya mengurus jenazah sesama orang Muslim. Apabila terus didiamkan, mereka yang terlibat dalam pembiaran jenazah ini justru mendapat dosa.
Baca: Jubir PA 212: Jenazah Terduga Teroris Wajib Diurus
Satori tidak menampik, ketakutan umat Islam dalam mengurus jenazah terduga teroris adalah hal wajar. Permasalahan terorisme menjadi penebar rasa takut dan khawatir terhadap umat Islam. "Ini kewajiban negara untuk melindungi orang-orang yang tidak terlibat," ucap lelaki kelahiran Cirebon, 6 Desember 1955, tersebut.
Diketahui, nasib jenazah para terduga teroris belum jelas, terutama untuk pelaku bom bunuh diri di tiga gereja Surabaya. Ini karena masih ada warga sekitar yang menolak pemakaman jenazah tersebut.
Namun, Polri memastikan, jika ada keluarga yang tak mau mengambil jenazah terduga teroris dan warga menolak pemakamannya, Polri tetap memberikan solusi. Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, polisi akan memakamkan yang bersangkutan di tempat pemakaman yang sudah disediakan pemerintah.
"Kalau di Jakarta ada di Pondok Ranggon. Pemakaman untuk orang tak dikenal dan ditolak jasadnya ada lokasi untuk dimakamkan," katanya.