REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Peristiwa bom gereja di Surabaya telah mengundang empati dari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Empati tersebut tak mengenal latar belakang sosial maupun agama. Semua turut menyalurkan bantuan untuk keluarga para korban bom Surabaya melalui Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Bertepatan dengan hari keempat Ramadhan, Aksi Cepat Tanggap Jawa Timur berkesempatan mengunjungi beberapa kediaman keluarga korban yang terjadi di Surabaya, Ahad (20/5). Wahyu selaku Koordinator Program ACT Jatim mengatakan, kunjungan timnya kala itu untuk menyampaikan amanah bantuan kemanusiaan kepada para keluarga korban.
Aloysus Bayu Rendra Wardhana, salah satunya. Ia meninggal setelah berusaha menghalangi pelaku peledakan bom di Gereja Katolik Paroki Santa Maria Tak Bercela Surabaya. Keberanian Bayu menjadi kesan tersendiri di kalangan masyarakat.
Bayu adalah seorang suami dari Monik Dewi Andini dan ayah dari dua orang anak, yaitu Cornelius Aaron Nata Dinindra (3) dan Birgitta Alyssia Nata Dinindra yang masih berusia 10 bulan. Wahyu menceritakan, keluarga masih berkabung ketika timnya mengujungi rumah Bayu di Jalan Gubeng Kertajaya I Surabaya.
“Monic bilang ‘terima kasih atas bantuan dan doa-doa dari masyarakat semua. Meskipun sulit menerima kenyataan, saya sudah ikhlas’,” kata Wahyu.
Ledakan bom juga terjadi di Gereja Pentekosta Pusat Jalan Arjuno Surabaya dan menyebabkan salah satu petugas keamanannya meninggal dunia. Ia adalah Giri Catur Sungkowo. Saat peristiwa nahas itu terjadi, Ahad (13/5), Giri tengah berjaga di pos depan (gerbang masuk gereja) bersama seorang temannya.
Namun, sebuah mobil misterius datang secara tiba-tiba dan menerjang pemeriksaan. Sebelum sempat disapa oleh pria asal Pacitan itu, mobil meledak memporak-porandakan sekitarnya. Tak terkecuali tubuh Giri yang luka parah terimbas ledakan.
Menurut keterangan istrinya, Giri Catur langsung dilarikan ke RSUD dr. Soetomo dengan luka yang sangat parah. Masa kritis Giri Catur berlangsung selama tiga hari sejak musibah itu terjadi.
“Sebenarnya semangat bapak sangat kuat untuk bertahan hidup, tapi karena infeksi luka di tenggorokannya sudah menyebar di seluruh tubuh, akhirnya kondisinya semakin memburuk dan meninggal dunia,” ungkap Sariati, istri Giri Catur.
Nuansa duka, kata Wahyu, masih mewarnai rumah Giri Catur Sungkowo saat Tim ACT Jatim datang menyampaikan amanah kepedulian masyarakat Indonesia.
“Maksud kedatangan kami ke sini untuk menyampaikan belasungkawa kami atas musibah yang dialami keluarga Giri Catur, sekaligus kami juga menyampaikan amanah dari masyarakat Indonesia dan luar negeri yakni bantuan untuk keluarga korban bom,” ucap Wahyu.
Selain itu, Tim ACT Jawa Timur juga mengunjungi kediaman tiga keluarga korban bom Surabaya lainnya. Mereka adalah Nuchin dan Daniel Agung Putra Kusuma yang meninggal dunia di lokasi bersamaan, yaitu Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. Selain itu juga kediaman Aiptu Ahmad Nurhadi, anggota polisi yang turut menjadi korban. Kini Aiptu Ahmad tengah berada di RSU dr. Soetomo karena beliau mengalami luka bakar yang parah.
Wahyu berharap, bantuan yang diberikan mampu meringankan kesedihan yang dialami keluarga korban.
“Di bulan Ramadan yang baik ini, kami hanya ingin menebarkan kebaikan seluas-luasnya. Bantuan yang diberikan mungkin tak bisa menutup rasa kehilangan mereka. Namun, setidaknya ini menjadi bukti bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia dan dunia yang peduli terhadap korban. Semoga kejadian nahas serupa tidak terulang kembali," ungkap Wahyu.
Diketahui, ledakan bom di Surabaya terjadi di tiga lokasi yaitu Gereja Kristen Indonesia Jalan Dipenogoro, Gereja Santa Maria Ngagel, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jalan Arjuno. Pengeboman terjadi tidak hanya di hari itu saja, Ahad (13/5), bahkan juga menyebar di wilayah Sidoarjo pada hari-hari berikutnya.