REPUBLIKA.CO.ID, Selain program Luas Tambah Tanam (LTT) yang sedang gencar-gencarnya dilakukan, peningkatan indeks pertanaman juga merupakan salah satu strategi yang dilaksanakan untuk meningkatkan produkvitas dalam rangka menuju Lumbung Pangan Dunia 2045.
Indeks pertanaman (IP) adalah rata-rata masa tanam dan panen dalam satu tahun pada lahan yang sama. Potensi peningkatan IP di setiap wilayah tersebut dapat dilakukan melalui optimalisasi lahan, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air, iklim, tanah, dan unsur hara secara terpadu serta melalui perbaikan pola tanam, baik padi maupun tanaman pangan lainnya.
Balitbangtan melalui unit pelaksana teknisnya di daerah, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), sejak 2017 telah menggerakkan peningkatan indeks pertanaman di wilayahnya masing-masing. Kegiatan ini kembali dilanjutkan pada 2018 yang tersebar di 33 provinsi di agroekosistem lahan kering, baik di dataran rendah maupun tinggi, serta di lahan sawah tadah hujan.
Masing-masing BPTP telah mulai melaksanakan kegiatan peningkatan indeks pertanaman tersebut dengan berbagai variasi introduksi teknologi. Sebagian besar BPTP melaksanakan kegiatan ini di dua lokasi.
Dari berbagai penjuru provinsi, sejumlah 70 persen kegiatan dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan, 26 persen pada lahan kering dataran rendah dan 4 persen dilakukan di lahan kering dataran tinggi, yaitu Jawa Barat. Komoditas yang diusahakan mayoritas padi (88 persen), jagung (9 persen), dan sisanya kedelai (Maluku Utara).
Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Haris Syahbuddin yang mengkoordinir dan memonitoring seluruh kegiatan di BPTP menyampaikan, ada berbagai teknologi Balitbangtan yang diintroduksikan dalam kegiatan peningkatan indeks pertanaman, yakni pengelolaan lahan dan air.
Untuk pengelolaan lahan, kata dia, kegiatan peningkatan indeks pertanaman ini mengintrodusikan teknologi Patbo Super. Ini bisa kita temui di Bengkulu dan Jawa Barat. Patbo super merupakan sistem budidaya padi sawah tadah hujan hemat air berbasis organik.
“Jadi, menggunakan kelompok VUB (varietas unggul baru) padi amphibi. Kalau Gorontalo mengintroduksikan teknologi Largo Super yaitu teknologi larik gogo super dengan VUB Inpago,” ujar Haris.
Di wilayah lain, Haris melanjutkan, BPTP mengintroduksikan varietas hemat air, pola tanam, dan pergeseran waktu tanam. Selain pengelolaan lahan, peningkatan indeks pertanaman di suatu lokasi dapat mengandalkan pengelolaan air. Optimalisasi pengelolaan sumber daya air dititikberatkan untuk menyediakan air irigasi untuk tanaman dengan memanfaatkan potensi sumber daya air yang ada, baik berupa air permukaan (sungai, mata air) maupun air tanah. “Sehingga petani dapat menanam padi dua kali sesuai dengan ketersediaan air.”
Menurut Haris, beberapa BPTP mengintroduksikan teknologi pengelolaan air berupa panen dan hemat air, seperti pompanisasi, pembuatan bak pembagi air, sumur dangkal, sumur resapan bahkan embung, introduksi varietas toleran kekeringan, pemanfaatan mulsa atau bahan organik, sistem tata irigasi pipa, drip, springkle, dan lain-lain. Sebagian besar BPTP pun membantu penyaluran air dari infrastruktur air yang sudah ada, seperti dam parit dan long storage, melalui pompanisasi dan pipanisasi.
Dia melanjutkan, strategi peningkatan indeks pertanaman ini dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan BPTP sebagai pengawal teknologinya. Minimal dilaksanakan pada lahan seluas 5 hektare. Di Maluku Utara, luas demfarm mencapai 24 hektare.
Kerja sama dengan stakeholder lain juga tidak menutup kemungkinan. Seperti di Papua misalnya, bersama dinas dan kelompok tani disepakati pola tanam padi-palawija-padi. Sebelumnya, pertanaman hanya sekali, yaitu padi. Musim tanam kedua ditetapkan pada MK-Mei-II 2018, yaitu dengan mengintrodusikan Jagung (Varietas Nasa 29 dan Bisma) pada luasan 10 hektare. Luasan lahan selebihnya pun akan ditanami seluruhnya dengan jagung oleh Dinas bersama kelompok tani. Sehingga, seluruh total luasan 54 hektare.
Selanjutnya, pada MH telah disepakati pula untuk penanaman padi sekitar November 2018, sehingga IP diharapkan meningkatkan 2 kali dari sebelumnya, yaitu dari IP 100 menjadi IP 300. “Jika peningkatan indeks pertanaman ini konsisten dilaksanakan serta direplikasi oleh kelompok tani lain, maka peningkatan produksi padi dapat tercapai,” ujar Haris. (Rima Purnamayani/Balitbangtan)