Rabu 23 May 2018 17:01 WIB

PSI Resmi Laporkan Ketua Bawaslu ke DKPP

Pelaporan ini terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh Bawaslu dalam kasus PSI.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Sekjen PSI Raja Juli Antoni didampingi Ketua Umum PSI Grace Natalie memenuhi panggilan Bareskrim Polri terkait dugaan pelanggaran Pemilu. Selasa (22/5).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
[Ilustrasi] Sekjen PSI Raja Juli Antoni didampingi Ketua Umum PSI Grace Natalie memenuhi panggilan Bareskrim Polri terkait dugaan pelanggaran Pemilu. Selasa (22/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) resmi melaporkan Ketua Bawaslu, Abhan, dan anggota Bawaslu, Mochamad Affifudin, kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (23/5). Pelaporan ini terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh Bawaslu dalam penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal oleh PSI.

Laporan dibuat atas nama Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSI Raja Juli Antoni dan Wakil Sekretaris Jenderal Satia Chandra Wiguna. Laporan diwakili oleh Jaringan Advokasi Rakyat PSI (Jangkar Solidaritas).

Ketua Jangkar Solidaritas, Kamaruddin, mengatakan bahwa PSI menduga Abhan telah melakukan pelanggaran etik dengan melakukan tindakan melebihi batas kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Hal ini merujuk kepada siaran pers, yakni Abhan dan Afifuddin meminta pihak kepolisian untuk segera menetapkan Sekjen dan Wakil Sekjen PSI sebagai tersangka. 

“Tindakan Bawaslu meminta pihak kepolisian untuk menetapkan Sekjen PSI dan Wakil Sekjen PSI sebagai tersangka adalah tindakan melampaui batas kewenangan Bawaslu,” ujar Kamaruddin dalam keterangan tertulisnya, Rabu sore.

Kedua, dia mengatakan, Bawaslu melaporkan PSI ke Bareskrim Polri menggunakan peraturan yang dibuat setelah kasus PSI diproses di Bawaslu. Dia menerangkan, Bawaslu melaporkan PSI ke Bareskrim Polri dengan pemaknaan frasa citra diri yang diputuskan hanya oleh kesepakatan rapat gugus tugas.

“Rapat gugus tugas terdiri dari KPU, KPI, Dewan Pers, dan Bawaslu, yang bukan merupakan bagian dari hierarki perundang-undangan di Indonesia," kata dia.

Menurut dia, hal ini ironis karena pelaporan ke Bareskrim Polri didasarkan kepada iklan PSI di harian Jawa Pos pada 23 April lalu. Padahal, definisi citra diri baru diumumkan pada 16 Mei lalu.

Ketiga, PSI menilai anggota Bawaslu, Afifuddin, bertindak inkonsisten sehingga mengakibatkan terjadinya pelanggaran etika dan profesionalisme. Dugaan ini berdasarkan pernyataan Afifuddin di salah satu media daring.

Pada 15 Mei, dia mengatakan, Afifuddin menyatakan sanksi yang akan diberikan kepada yang melanggar berkenaan dengan definisi citra diri adalah berupa peringatan. Namun, dalam kasus PSI, Bawaslu sama sekali tidak pernah memberikan sanksi peringatan. 

“Bahkan, Bawaslu langsung membawa kasus PSI ke Bareskrim Polri," ujar Kamaruddin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement